Penjabat Gubernur NTT, Ayodhia G.L. Kalake, SH., MDC

Sumba, swaratimor.co.id – Hanya sembilan dari 22 Kabupaten/Kota di NTT yang dinyatakan bebas Malaria oleh Kemeterian Kesehatan. Karena itu, Provinsi Nusa Tenggara Timur masih merupakan salah satu provinsi endemis Malaria.

Hal ini diungkapkan Penjabat Gubernur NTT, Ayodhia G.L. Kalake, SH., MDC saat menghadiri Monev IV Konsorsium Malaria Sumba (Koordinasi dan Advokasi Percepatan Eliminasi Malaria) di Hotel Sima Sumba, Kamis, (30/11/2023).

“Pemerintah telah menetapkan salah satu tujuan Sustainable Development Goals (SDGs) poin 3.3. adalah mencapai eliminasi Malaria secara total pada tahun 2030. Sampai dengan saat ini, terdapat 372 kabupaten/kota (72%) yang telah dinyatakan bebas Malaria oleh Kementerian Kesehatan. Dan hanya ada 9 (Sembilan) dari  22 Kabupaten/Kota di NTT yang dinyatakan bebas Malaria yakni Kota Kupang, Kabupaten Manggarai, Manggarai Timur, Manggarai Barat, Ngada, Nagekeo, Ende, Sabu Raijua dan Belu. Karena itu, Provinsi Nusa Tenggara Timur masih merupakan salah satu provinsi endemis Malaria, yang menyumbang kasus tertinggi kedua setelah Papua,” kata Ayodhia dalam sambutannya seperti dilansir Biro Administrasi Pimpinan Setda NTT kepada media.

Ayodhia mengatakan, ada perbedaan jumlah kasus Malaria yang signifikan terjadi di empat Kabupaten di Pulau Sumba.

“Dari 15.812 kasus Malaria di NTT pada tahun 2022, 84% atau 13.262 kasus dilaporkan dari 4 (empat) kabupaten di Pulau Sumba. Tertinggi di Kabupaten Sumba Barat Daya dengan 5.730 kasus, disusul Sumba Timur 5.540 kasus, Sumba Barat 1.903 kasus, dan terendah di Sumba Tengah 89 kasus. Ini gapnya begitu jauh. Diharapkan kita bisa belajar dari Sumba tengah bagaimana cara mengatasinya,” beber Ayodhia.

FOTO BERSAMA – Penjabat Gubernur NTT, Ayodhia G.L. Kalake, SH., MDC pose bersama peserta Monev IV Konsorsium Malaria Sumba. (Foto: Charles Kolo Biro Adpim NTT)

Ayodhia berharap, adanya upaya preventif dengan mengerahkan para kepala kampung untuk memimpin gerakan kampung bebas jentik nyamuk.

”Kita dapat mengajak penduduk desa untuk pecegahan misalnya kurangi keluar malam, menggunakan baju lengan panjang. Kita juga perlu memberikan pendidikan  pada masyarakat di desa tentang pentingnya mencegahnya Malaria berjangkit,” tambah Ayodhia.

Ayodhia mengakui, Pulau Sumba merupakan pulau yang sangat indah dan menjadi salah tujuan wisata favorit para wisatawan dalam dan luar negeri.  Untuk itu, perlu aksi bersama untuk memerangi sejumlah wabah penyakit menular, terutama malaria yang dapat menghambat geliat pariwisata.

“Pulau Sumba merupakan salah satu destinasi terbaik bukan saja nasional tetapi juga internasional. Kita harus dapat mengelimininasi malaria dari pulau yang cantik ini. Dengan adanya wisatawan, kita harapkan dapat menggerakan ekonomi dan meningkatkan taraf hidup masyarakat khususnya yang ada di desa.  Jadi saya harap pertemuan monitoring dan evaluasi keempat ini dapat merekomendasikan langkah-langkah yang lebih progresif untuk percepatan eliminasi malaria di pulau Sumba. Kita harus bersinergi terus agar usaha ataupun target untuk mengeliminasi malaria di tahun 2026 ini dapat tercapai  dan juga peningkatan derajat kesejahteraan masyarakat pada umumnya dapat tercapai,” pungkas Ayodhia.

Turut hadir pada kegiatan ini, Bupati Sumba Barat Daya dr. Kornelis Kodi Mete, Kepala Dinas Kesehatan, Kependudukan dan Catatan Sipil Provinsi NTT Ruth D. Laiskodat, S.Si., APT., M.M, Kepala Kantor UNICEF perwakilan NTT dan NTB Yudhistira Yewangoe, dan Tim Kementerian Kesehatan RI.(ras)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: