Kupang, swaratimor.co.id – Penjabat (PJ) Wali Kota Linus Lusi menghadiri Gerakan Advokasi Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) pada Jumat (22/11) di Aula Fernandez, Kantor Gubernur Provinsi NTT. Kegiatan tersebut dihadiri langsung Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia (PPPA RI), Arifatul Choiri Fauzi, Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Ratna Susianawati. Turut hadir dalam kegiatan tersebut Penjabat Gubernur Provinsi NTT, Andriko Noto Susanto, Sekretaris Daerah Provinsi NTT Kosmas D. Lana, para pimpinan perangkat daerah di lingkup Pemerintah Provinsi NTT dan Pemerintah Kota Kupang.
Kegiatan tersebut terselenggara oleh kolaborasi antara Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Provinsi NTT dengan Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia.
Dalam laporan yang disampaikan Kepala DP3AP2KB Provinsi NTT, Endang S. Lerrich, dikatakan bahwa sosialisasi ini bertujuan untuk mendorong pemahaman SDM terkait pemberi layanan terpadu bagi saksi atau korban TPPO.
Ia menyebutkan, berdasarkan Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945, setiap orang berhak bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat dan martabat manusia. Oleh karena itu, negara wajib melindungi warga negara dari praktik penyiksaan dan perlakuan yang merendahkan derajat dan martabat manusia, termasuk dalam praktik TPPO.
Namun, meskipun terdapat berbagai dasar hukum tentang pemberantasan tindak pidana perdagangan orang, praktik TPPO masih cenderung meningkat. Berdasarkan data, provinsi NTT mencatat fluktuasi kasus TPPO, dengan 2000 lebih korban, khususnya perempuan dan anak, sepanjang 5 tahun terakhir. TPPO merupakan perbuatan yang bertentangan dengan harkat dan martabat manusia serta melanggar hak asasi manusia.
Sementara Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Arifatul Choiri Fauzi dalam sambutannya, mengungkapkan tindak pidana perdangan orang merupakan kejahatan kemanusiaan yang mencakup berbagai bentuk eksploitasi, seperti kerja paksa, pernikahan paksa, dan prostitusi dengan beragam modus operandi.
Menurutnya, perempuan dan anak-anak seringkali menjadi target TPPO karena ketidaksetaraan gender yang membuat mereka lebih rentan terhadap eksploitasi. Selain itu, kemajuan teknologi informasi juga telah memperluas modus operandi TPPO, termasuk melalui online scamming yang menjanjikan pekerjaan dan pendapatan instan.
“Melalui platform online, pelaku merekrut calon korban, memanipulasi situasi, dan mengiming-imingi tawaran magang, kerja, beasiswa, hingga pendapatan instan melalui online scamming. Pemerintah Indonesia bersama seluruh pemangku kepentingan harus bergerak aktif melakukan sosialisasi guna meningkatkan kesadaran masyarakat, khususnya perempuan terkait ancaman TPPO serta meningkatkan pengetahuan mengenai prosedur migrasi yang aman bagi perempuan,” ujar Arifatul.
Arifatul juga menyatakan bahwa terdapat tiga daerah pemicu TPPO yaitu daerah sumber, daerah transit, dan daerah tujuan. Kementerian PPPA berkomitmen memberikan pemahaman baik kepada SDM maupun lembaga pelayanan khusus pemberdayaan perempuan dan anak. Kejahatan TPPO berkembang melalui berbagai pola, baik melalui sindikat dengan teknologi canggih atau melalui jaringan tradisional seperti jaringan keluarga atau individu yang bertindak secara independen. Oleh karena itu, berbagai upaya perlu dilakukan.
Arifatul juga menyampaikan Kementerian PPPA bakal menghadikan program Ruang Bersama Merah Putih, inisiasi ini melanjutkan program meneteri sebelumnya untuk memebentuk desa maupun kota yang ramah perempuan dan anak.
“Kami akan menguatkan seluruh komponen masyarakat yang berada di desa tersebut untuk mendapatkan data tunggal tentang perempuan dan anak. Misalnya mendata anak stunting anak, anak kurang gizi, ibu dengan hipertensi dan anemia, dengan begitu kasusnya dapat ditangani dinas kesehatan terkait,” ujar Arifatul.
Arifah kemudian menyinggung penggunaan gadget pada anak yang tidak terkontrol menurutnya hal ini diakibatkan pola asuh keluarga. “Misalkan di NTT permainan khas anak-anaknya itu apa, kami akan berikan kepada anak-anak untuk bermain di ruang bersama sehingga karakter anak-anak bisa terbentuk sejak dini,” tambahnya.
Arifah menilai, anak-anak juga cenderung menyukai tokoh idola dari luar negeri yang tidak cocok dengan budaya dan kultur Indonesia. “Kami akan bekerja sama dengan kementrian kebudayaan untuk mendatangkan pendongeng-pendongeng menceritrakan tentang siapa Cut Nyak Dien, R. A. Kartini, Soedirman, Soekarno supaya mereka terbangun rasa kebangsaannya dan mempunyai idola dari negerinya sendiri,” papar Arifah.
Arifah menyampaikan program ini bakal diresmikan pada 22 desember 2024 di enam wilayah yang mewakili 5 provinsi yaitu, Jambi, Gorontalo, Kalimantan Selatan, NTT, Tanggerang dan Jawa Timur. “Jadi kami memulai kolaborasi seminimal mungkin yang bisa kami lakukan, karena kalau harus semua kementrian berkolaborasi dalam waktu yang singkat, ini membutuhkan waktu yang agak panjang,” ucap Arifah.
Di tempat yang sama, Penjabat (PJ) Gubernur Provinsi NTT, dalam sambutannya menjelaskan bahwa Tindak Pidana Perdagangan Orang merupakan perbuatan yang sangat bertentangan.
“Tindak Pidana Perdagangan Orang merupakan perbuatan yang bertentangan dengan harkat dan martabat manusia, serta melanggar Hak Asasi Manusia. Manusia tidak lagi dipandang sebagai manusia seutuhnya, namun manusia dipandang sebagai komunitas untuk dijual. Oleh karena itu korban perdagangan orang banyak mengalami dampak negatif akibat berbagai kejadian yang dialami selama menjadi korban,” ujar Andriko.
Andriko menambahkan bahwa, Pemerintah telah berkomitmen dalam pemberantasan Tindak Pidana perdagangan orang dengan menerbitkan beberapa regulasi antara lain, Undang-Undang Nomor 21 tahun 2007 tentang pemberantasan tindak pidana perdagangan orang, dalam Undang-Undang tersebut menyebutkan bahwa Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Masyarakat dan Keluarga wajib mencegah terjadinya tindak pidana perdagangan orang.
Selain itu, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Wajib membuat kebijakan, program dan kegiatan serta mengalokasikan anggaran secara khusus untuk pencegahan dan penanganan perdagangan orang. Andriko juga mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk turut andil dalam upaya pencegahan tersebut.
“Dalam melaksanakan upaya pencegahan dan penanganan TPPO, Gugus Tugas Pencegahan dan penanganan TPPO disetiap level berperan penting dalam melakukan koordinasi dan memberikan layanan kepada korban TPPO, korban pekerja migran Indonesia, penegakan hukum dan upaya dalam melakukan pencegahan terjadinya TPPO melalui Rencana Aksi Daerah (RAD). Terlebih khusus untuk daerah-daerah yang menjadi daerah asal, daerah transit dan daerah tujuan TPPO, peran tokoh agama, tokoh masyarakat, serta masyarakat secara umum yang terkoordinasi secara baik, tentu akan memberi capaian yang optimal dalam upaya pencegahan dan penanganan TPPO,” tambah Andriko.
Sementara, dalam kesempatan tersebut, PJ. Wali Kota Kupang, Linus Lusi menyampaikan terima kasih karena KPPPA telah memulai Gerakan Advokasi Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dan migrasi aman di NTT. Ke depannya, menurut Linus, harus ada kerja sama pendampingan korban TPPO mulai dari penyelamatan, pendampingan psikologis, pendampingan kesehatan, rohani, program integrasi, pendampingan Hukum, program reintegrasi hingga pendampingan korban menjadi penyintas untuk kampanye dalam program Gerakan Advokasi Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).(*/ras)