Kupang, swaratimor.co.id- Pemerintah Provinsi NTT, Selasa (10/12/2024) melakukan sosialisasi Peraturan Daerah (Perda) No.1 tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Dalam sosialisasi ini, Pemerintah Provinsi NTT mengumumkan secara resmi penyesuaian tarif pajak kendaraan bermotor dan perpajakan baru yang mulai berlaku pada 5 Januari 2025 mendatang.
Plt. Kepala Badan Pendapatan Aset Daerah Provinsi NTT, Dominikus D. Payong kepada wartawan di kantor Gubernur NTT menjelaskan, dalam UU HKPD Jenis Pajak Baru yang menjadi kewenangan Provinsi adalah Opsen Pajak MBLB yang di pungut bersamaan dengan pemungutan Pajak MBLB oleh Kabupaten/Kota dan Opsen Pajak MBLB ini akan menjadi penerimaan bagi Provinsi NTT. Sedangkan Opsen PKB dan Opsen BBNKB yang menjadi kewenangan Kabupaten/Kota yang di pungut bersamaan dengan pemungutan PKB dan BBNKB oleh Provinsi dan Opsen PKB & Opsen BBNKB akan menjadi penerimaan bagi Kabupaten/Kota.
Domi menjelaskan, Opsen sejatinya merupakan pengalihan dari bagi hasil pajak Provinsi untuk Jenis Pajak PKB dan BBNKB. Hal tersebut dapat meningkatkan kemandirian daerah
Opsen memberikan kepastian penerimaan Kabupaten/Kota atas bagiannya dari penerimaan PKB dan BBNKB.
Pendapatan atau penerimaan opsen yang relatif lebih besar dibandingkan mekanisme bagi hasil, sebagai upaya penguatan peran kabupaten/kota.
Domi menambahkan, ketentuan mengenai Opsen PKB dan Opsen BBNKB mulai berlaku 3 Tahun terhitung sejak diundangkannya UU No. 1 Tahun 2022 atau berlaku mulai 5 Januari 2025, dimana tarif Pajak kendaraan bermotor sebelumnya 1,5 persen turun jadi 1,2 persen dengan tambahan skema option 66 persen yang memberikan hak lebih kepada Pemerintah Kabupaten/Kota.
Sementara perwakilan dari Direktorat Jenderal Pajak Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Piter Heidelberg Siburian, menjelaskan penyesuaian tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% akan mulai diterapkan 5 Januari 2025. Kebijakan ini diiringi dengan langkah-langkah strategis untuk melindungi masyarakat menengah ke bawah dari dampak yang signifikan.
“Sejumlah barang kebutuhan pokok masyarakat seperti beras, jagung, kacang-kacangan, daging, telur, serta jasa kesehatan tetap dibebaskan dari PPN. Kami memastikan kebutuhan pokok masyarakat tetap terjamin tanpa dikenakan PPN, sehingga dampaknya sangat kecil bagi kelompok menengah ke bawah,” kata Pieter.
Dia menambahkan, sebagai bagian dari upaya meningkatkan daya saing ekonomi, pemerintah telah memberikan insentif khusus bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Selain itu, untuk karyawan, ambang batas lapisan tarif Pajak Penghasilan (PPh) yang sebelumnya Rp50 juta telah dinaikkan menjadi Rp60 juta.
“Kebijakan ini diharapkan memberikan keringanan lebih bagi pekerja dengan penghasilan menengah,” ungkap Pieter dan mengatakan rumah subsidi serta rumah non-subsidi dengan nilai hingga Rp5 miliar mendapat fasilitas berupa pembebasan atau pengurangan PPN yang ditanggung oleh pemerintah.
“Kebijakan ini bertujuan untuk mendukung sektor real estate sekaligus memenuhi kebutuhan perumahan masyarakat,” tambah Pieter sembari berharap masyarakat dapat memahami manfaat jangka panjang dari penyesuaian tarif ini.(epo)