Rakor BKKSDA.(IG)

Labuan Bajo, swaratimor.co.id – Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Nusa Tenggara Timur dengan dukungan proyek IN-FLORES, Jumat, (27/12/2024) menyelenggarakan Rapat Koordinasi Rencana Kerjasama Dalam Rangka Pendanaan Konservasi Komodo Flores di Hotel Zasgo-Labuan Bajo.

Dalam rilis BBKSDA NTT yang dibagikan kepada media disebutkan, kegiatan ini merupakan upaya tindak lanjut mandat pendanaan konservasi dalam Pasal 36A Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem, yang bertujuan untuk: 1) mensosialisasikan kebijakan Kementerian Kehutanan terkait pendanaan konservasi berkelanjutan; 2) menjaring informasi, ide, gagasan, dan potensi inovasi dari para pihak dalam pendanaan konservasi berkelanjutan Komodo dan spesies terancam punah lainnya; 3) menjaring praktik terbaik Badan Peduli Taman Nasional Komodo dan peluang perluasan ruang lingkup programnya; dan 4) menjaring saran dan masukan dari para pihak dalam tata kelola kandidat areal preservasi di Flores termasuk skema pendanaan konservasi berkelanjutannya.

Hadir dalam rapat koordinasi ini Wakil Bupati Manggarai Barat (Yulianus Weng), Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati Spesies dan Genetik (Nunu Anugrah) secara daring, Plt. Direktur Utama Badan Pelaksana Otorita Labuan Bajo Flores (Fransiskus Xaverius Teguh), Kepala Balai Taman Nasional Komodo (Hendrikus Rani Siga), Ketua Badan Peduli Taman Nasional Komodo dan Perairan di Sekitarnya (Pater Marsel Agot), dan para pihak terkait dari Dinas Pariwisata Kabupaten Manggarai Barat, Dinas Pariwisata Kabupaten Ngada, UPTD KPH Manggarai dan Manggarai Barat, UPTD KPH Manggarai Timur, dan ITDC Golo Mori.

Direktur KKHSG, Nunu Anugrah dalam sambutannya, menyampaikan salah satu target Kunming Montreal Global Biodiversity Framework (KMGBF) yaitu resource mobilisation untuk konservasi keanekaragaman hayati. Indonesia meratifikasi KMGBF melalui IBSAF 2025-2045 yang sejalan dengan target Indonesia EMAS 2045 untuk mengurangi ancaman penurunan keanekaragaman hayati di Indonesia.

“Kegiatan konservasi memerlukan anggaran yang tidak sedikit sehingga sumber pendanaan dari APBN/APBD dan hibah/kerjasama masih sangat kurang. Untuk itu, pendanaan konservasi telah dimandatkan dalam Undang Undang Nomor 32 Tahun 2024,” kata Nunu.

Nunu juga menyampaikan peran serta masyarakat mendukung pendanaan konservasi menjadi sangat penting dengan mekanisme sesuai dengan peraturan perundangan. Kerjasama dan penghimpunan dana di BPDLH menjadi mekanisme dukungan pendanaan untuk konservasi.

Dukungan pendanaan konservasi Komodo dan spesies terancam punah lainnya di Pulau Flores juga disampaikan oleh Wakil Bupati Manggarai Barat, Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat berkomitmen untuk mendukung konservasi keanekaragaman hayati dan akan mengidentifikasi kegiatan-kegiatan konservasi sesuai dengan kewenangan untuk dapat diakomodir dalam APBD tahun 2025 dan seterusnya.

Kepala BBKSDA NTT, Arief Mahmud, mengutarakan pendekatan yang inovatif dan berkelanjutan dalam pendanaan sangat diperlukan agar upaya pelestarian dapat terus berjalan tanpa mengorbankan kesejahteraan masyarakat. Upaya ini memerlukan dukungan yang lebih luas, baik dari sektor pemerintah maupun swasta sesuai dengan mandat dalam Pasal 36A Undang-Undang Nomor 32

 

Tahun 2024. Pendanaan yang berkelanjutan tidak hanya membantu pelestarian keanekaragaman hayati tetapi juga mendorong pembangunan masyarakat sekitar melalui ekowisata, jasa lingkungan, dan program peningkatan kesejahteraan berbasis konservasi.

Dalam kegiatan ini para pihak menyapakati: 1) skema pendanaan yang melibatkan sumber dana dari APBN, APBD, dan sumber sah lainnya (hibah, dana TJSL) sesuai peraturan perundangan yang berlaku; 2) terdapat peluang untuk menggali dana konservasi melalui kontribusi dunia usaha yang bergerak di bidang wisata alam dan sumbangan/donasi dari pengunjung wisata; 3) mekanisme penghimpunan dana konservasi antara lain dapat melalui dana perwalian sebagaimana telah dilakukan oleh Badan Peduli Taman Nasional Komodo dan Perairan di Sekitarnya (BPTNK-PS), yang dilaksanakan oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah; 4) diperlukan model tata kelola terpadu pada areal preservasi untuk pelestarian Komodo dan spesies terancam punah lainnya; 5) pengembangan program edukasi dan pelibatan masyarakat dalam upaya konservasi; 6) pelibatan masyarakat sekitar areal preservasi yang memiliki nilai kehati tinggi dapat dilakukan melalui pengembangan alternatif mata pencaharian di sektor wisata;

7) komitmen pemerintah daerah dalam menyelaraskan rencana pembangunan jangka panjang daerah (RPJPD) dengan rencana pembangunan jangka panjang nasional (RPJPN) dalam program konservasi.

Selanjutnya kesepakatan-kesepakatan dimaksud akan ditindaklanjuti dengan pembentukan tim kerja untuk finalisasi skema pendanaan konservasi dan penyusunan kebijakan strategis untuk mendukung implementasi kesepakatan hasil rapat, sosialisasi kepada masyarakat lokal mengenai nilai penting konservasi bagi kehidupan, dan identifikasi kandidat areal preservasi lainnya di Flores.(*/ras)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: