Perayaan Sanipata Waisak tingkat Kota Kupang.(Foto:Dio)

Kupang, swaratior.co.id – Gubernur NTT, Emanuel Melkiades Laka Lena mengatakan, masyarakat perlu terus menjaga harmonisasi dalam kehidupan beragama dengan menjunjung toleransi dalam mempersatukan dan menjaga kekeluargaan.

Pernyataan Gubernur Melki ini disampaikan, Kamis (12/6/2025) saat menghadiri Perayaan Sanipata Waisak tingkat Kota Kupang dengan tema ”Tingkatkan Pengendalian Diri dan Kebijaksanaan Mewujudkan Perdamaian Dunia” yang dilaksanakan di Hotel Aston Kupang. Perayaan Sanipata Waisak ini merupakan bagian dari rangkaian peringatan Hari Waisak 2569 BE.

Gubernur Melki Laka Lena dalam sambutannya mengulas kembali tiga peristiwa utama dalam perjalanan spiritual Sang Buddha, yang menjadi dasar peringatan hari suci Waisak.

”Pertama, kelahiran Siddhartha Gautama di Taman Lumbini pada tahun 623 SM. Kelahiran ini bukan sekadar kelahiran seorang pangeran, melainkan awal dari perjalanan seorang individu yang akan mengubah arah pemikiran manusia. Ia dilahirkan dengan potensi agung, yang kelak akan disadari melalui pencarian tanpa henti. Kelahiran-Nya melambangkan harapan, awal baru, dan potensi luar biasa yang ada dalam diri setiap makhluk untuk mencapai kebijaksanaan dan kebahagiaan,” ungkap Gubernur Melki seperti dikutip dari Biro Administrasi Pimpinan Setda NTT.

 ”Kedua, Pencerahan Sempurna Sang Buddha di bawah Pohon Bodhi di Bodh Gaya. Setelah bertahun-tahun melakukan pertapaan ekstrem dan pencarian spiritual yang intens, Siddhartha mencapai pemahaman mendalam tentang hakikat penderitaan, asal-muasalnya, pengakhirannya, dan jalan menuju pembebasan (Empat Kebenaran Mulia). Pada saat itulah, Beliau menjadi Buddha, Yang Tercerahkan. Momen ini menandai transisi dari pencarian menuju penemuan, dari kegelapan ketidaktahuan menuju cahaya kebijaksanaan. Pencerahan ini mengajarkan bahwa pembebasan sejati dapat dicapai melalui upaya diri sendiri, tanpa bergantung pada entitas eksternal, melainkan melalui pengembangan batin, moralitas, dan kebijaksanaan,” jelas Gubernur Melki.

”Ketiga, Parinibbana atau wafatnya Sang Buddha di Kushinagar pada usia 80 tahun. Ini adalah momen ketika Sang Buddha, setelah mengabdikan hidupnya untuk membabarkan Dhamma selama 45 tahun, memasuki kebebasan abadi. Parinibbana mengingatkan umat akan sifat anicca (ketidakkekalan) dari segala sesuatu, termasuk keberadaan fisik. Namun, Parinibbana juga menegaskan bahwa ajaran Dhamma-nya adalah abadi dan tetap menjadi panduan bagi umat manusia. Wafatnya Sang Buddha bukanlah akhir dari Dhamma, melainkan pengingat bahwa ajarannya harus terus dilestarikan dan dipraktikkan oleh generasi-generasi selanjutnya,” tambahnya.

Pada kesempatan tersebut, Gubernur Melki juga mengungkapkan masyarakat perlu terus menjaga harmonisasi dalam kehidupan beragama dengan menjunjung toleransi dalam mempersatukan dan menjaga kekeluargaan.

”Peringatan Sannipata Waisak ini hendaknya mengajak setiap individu, melampaui sekat-sekat suku, agama, atau golongan, untuk duduk bersama, saling memaafkan, dan merenungkan kembali ajaran-ajaran luhur yang mengajarkan cinta kasih, welas asih, dan gotong royong. Ini adalah momen untuk merefleksikan bahwa meskipun kita mungkin memiliki keyakinan yang berbeda, tujuan akhir kita adalah sama yakni mencapai kehidupan yang damai, sejahtera, dan penuh kebahagiaan,” ungkap Gubernur Melki Laka Lena.

Gubernur Melki juga mengharapkan masyarakat untuk menjaga toleransi di NTT. ”Tentunya Provinsi NTT juga dikenal dengan provinsi yang menjunjung tinggi nilai-nilai toleransi dan saya harapkan agar kita semua dapat menjaga hal tersebut untuk menciptakan harmonisasi dan kekeluargaan serta kedamaian bagi kita sekalian,” ungkapnya.

”Saya juga menghaturkan terima kasih kepada Pemerintah dan Masyarakat Kota Kupang yang baru-baru ini Kota Kupang dinobatkan sebagai salah satu dari 10 Kota Paling Toleran di Indonesia.” tambahnya.(mel)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: