Wagub NTT, Johni Asadoma (Pegang Mic) saat berbicara di forum IPACS 2025.(Ist)

Kupang, swaratimor.co.id – “Transformasi ‘Ayo Bangun NTT’ lahir dari akar budaya NTT sendiri. NTT adalah tanah di mana gotong royong, solidaritas, dan adat istiadat menjadi napas kehidupan Masyarakat.

Wakil Gubernur Nusa Tenggara Timur, Johni Asadoma mengatakan hal ini saat, mengawali pemaparannya dalam sesi pleno Indonesia-Pacific Cultural Synergy di Sabu Ballroom, Hotel Harper – Kota Kupang, pada Rabu (12/11/2025) siang.

Sesi pleno menghadirkan empat orang pembicara lain yakni Duta Besar Indonesia untuk Selandia Baru, Samoa, dan Kerajaan Tonga 2017-2021, Tantowi Yahya; Menteri Kebudayaan, Pusaka, dan Seni Republik Fiji, Ifereimi Vasu; Sekretaris Jenderal Asia Pacific Crafts Alliance, Joseph Lo; dan perwakilan dari Bhumi Bhuvana Jogja, Bukhi Prima Putri.

Menurut Wagub Johni, harmoni antara manusia, alam dan budaya, merupakan kunci keberlanjutan sejati. Karena itu, seluruh kebijakan pembangunan di NTT diarahkan untuk menumbuhkan harmoni agar ekonomi hijau, ekonomi biru, dan ekonomi kreatif tumbuh dan berakar pada nilai-nilai kearifan lokal masyarakat NTT.

“Dari nilai-nilai itulah, kami membangun semangat baru, membangun dari bawah, dari desa, dari komunitas, dengan semangat saling menghidupi. Kami percaya, pembangunan sejati tidak hanya membangun jalan, jembatan, dan gedung, tetapi juga membangun manusia dan relasi sosialnya,” tegas Wagub Johni.

Transformasi “Ayo Bangun NTT”, bagi Wagub Johni, berdiri di atas tiga pilar utama : ekonomi berkelanjutan, pemberdayaan komunitas, dan pemerataan infrastruktur berkelanjutan. Melalui pilar ekonomi berkelanjutan, ekonomi hijau diperkuat, tenun ikat, kriya, dan pariwisata berbasis budaya dikembangkan. Lewat pilar pemberdayaan komunitas, pengetahuan lokal ditumbuhkan, pelestarian nilai-nilai adat diperkuat, dan peran masyarakat sebagai penjaga budaya dihidupkan kembali. Sedangkan pilar pemerataan infrastruktur berkelanjutan memastikan pembangunan menjangkau seluruh pulau, adaptasi terhadap perubahan iklim ditingkatkan, dan ruang kepulauan dengan prinsip keadilan sosial ditata.

“Kami ingin pembangunan yang bukan hanya membangun fisik, tetapi juga memulihkan hubungan antara manusia dan alam. Bagi kami, kebudayaan tidak boleh berhenti di masa lalu. Ia harus hidup, bergerak, menjadi sarana dialog, ekonomi, dan diplomasi yang memperkuat posisi Indonesia di kawasan Pasifik,” ujar Wagub Johni.

Wagub NTT, Johni Asadoma (Baju Putih) bersama Tantowi Yahya di orum IPACS 2025.(Ist)

Selain itu, Wagub Johni juga menyoroti peran pendidikan sebagai jembatan terbaik dalam mewariskan nilai-nilai budaya.

“Kami mengintegrasikan muatan lokal budaya NTT ke dalam kurikulum sekolah dasar hingga menengah. Anak-anak tidak hanya membaca tentang budaya, tetapi mereka mengalami budaya itu secara langsung,” ujarnya.

Dengan begitu, menurutnya, pewarisan budaya menjadi otentik dan hidup. Anak-anak pun tidak hanya mengenal asal-usulnya, tetapi juga tumbuh dengan kebanggaan sebagai anak Flobamorata.

Wagub Johni juga menekankan pentingnya warisan budaya tak benda bagi pembangunan NTT.

“Setiap warisan itu memiliki kisah dan nilai yang luar biasa tentang iman, ketekunan, keindahan, dan kesetiaan pada tanah. Bagi kami, menjaga budaya berarti menjaga jiwa masyarakat,” lanjutnya.

Dalam sesi yang dihadiri oleh para delegasi dan seniman dari negara-negara undangan IPACS tersebut, Wagub Johni menegaskan posisi NTT sebagai gerbang timur Indonesia dan titik temu budaya Austronesia dan Pasifik.

“Dari sisi sejarah, bahasa, dan musik, kita memiliki akar yang sama dengan Melanesia dan Polinesia. Tradisi bahari, motif tenun, dan alat musik moko di Alor menyerupai drum tradisional di Kepulauan Solomon,” tegasnya.

Melalui forum IPACS ini, menurut Wagub Johni, NTT mengukuhkan peran penting sebagai jembatan diplomasi budaya Indonesia di Pasifik.

“Hubungan antara bangsa tidak hanya dibangun lewat politik dan ekonomi, tetapi juga lewat kepercayaan dan kesamaan nilai-nilai kemanusiaan,” ujarnya.

Wagub Johni menambahkan NTT memiliki lebih dari 1.600 destinasi wisata, 726 motif tenun ikat, ribuan pelaku kriya, serta kekayaan kuliner khas Flobamorata yang menjadi identitas daerah.

“Setiap helai benang adalah simbol kesabaran, ketekunan, dan cinta perempuan NTT terhadap tanahnya. Tenun tidak hanya soal ekonomi, tetapi juga spiritualitas dan martabat. Karena itu, ekonomi kreatif di NTT tumbuh dari nilai, bukan hanya dari nilai tukar,” tegasnya.

Program-program seperti OVOP, NTT Mart dan Gerakan Beli NTT, menurut Wagub Johni, adalah upaya pemerintah membangun ekonomi yang mandiri, kreatif, dan berakar pada kearifan lokal.

“Kami ingin masyarakat bangga membeli produk sendiri, karena di dalamnya ada cinta, kerja keras, dan jati diri orang NTT,” harapnya.

Menutup pemaparannya, Wagub Johni berharap bahwa Forum Indonesia–Pacific Cultural Synergy menjadi momentum untuk memperkuat jejaring budaya antarbangsa di kawasan Pasifik.

“Nusa Tenggara Timur hadir di sini bukan untuk menunjukkan kemewahan, tetapi untuk berbagi makna. Bahwa dari daerah terpencil sekalipun, kita bisa memberi cahaya bagi dunia. Saya percaya, masa depan kawasan Pasifik tidak ditentukan oleh siapa yang paling besar, tetapi oleh siapa yang paling berjiwa. Mari kita rajut persaudaraan baru di atas dasar budaya, harmoni, dan kemanusiaan. Sebab di antara kita mengalir laut yang sama, langit yang sama, dan harapan yang sama untuk dunia yang damai dan berkelanjutan,” pungkasnya mengakhiri paparan.(epo)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: