Melki Manu, S.Pd., M.Pd

Oleh : Melki Manu, S.Pd., M.Pd
(Staf Pengajar Sekolah Tinggi Agama Kristen Informatika Timor)

Pendidikan Agama Kristen (PAK) memiliki peran yang amat penting dalam membentuk karakter generasi muda atau remaja, termasuk di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) yang saat ini menghadapi krisis moral; yang ditandai dengan tingginya kasus HIV/AIDS. Karena itu, PAK bukan sekadar mata pelajaran di kampus dan sekolah-sekolah Kristen lainnya melainkan PAK menjadi dasar yang kuat dalam pembentukan karakter generasi muda, khususnya dalam situasi krisis moral dan sosial yang sedang dihadapi oleh masyarakat dan daerah kita tercinta.
Tingginya kasus HIV/AIDS merupakan sinyal atau awasan darurat bahwa ada yang belum beres dalam sistem pendidikan karakter dan moral; baik di rumah, kampus, sekolah, maupun lingkungan sosial kemasyarakatan lainnya.
PAK merupakan proses di mana gereja berusaha memampukan orang atau umat termasuk generasi muda untuk memahami, menerima, dan memberikan contoh iman dan cara hidup Kristiani. Karena PAK senantiasa berlandaskan pada Yesus Kristus sebagai Tuhan dan hubungan-Nya dengan manusia. PAK merupakan kelanjutan dari pelayanan dan pengajaran-Nya.
Harus diakui bahwa PAK senantiasa mengajarkan nilai-nilai kasih, tanggung jawab, kesucian hidup, pengendalian diri, dan hormat terhadap tubuh sebagai bait Allah yang suci. Teks Kitab Suci yang membahas tubuh sebagai bait Allah terdapat dalam 1 Korintus 6:19-20, yang menyatakan bahwa tubuh orang percaya adalah bait Roh Kudus yang diam di dalamnya, sehingga patut dimuliakan bersama rohnya kepada Allah karena telah ditebus dengan harga yang lunas.
Sesungguhnya ayat yang ada di dalam teks ini ingin menekankan bahwa tubuh bukan milik pribadi, tetapi milik Allah, dan harus dijaga kekudusannya karena Roh Kudus berdiam di dalamnya.
Karena itu, nilai-nilai PAK sangat relevan dan mendesak untuk diinternalisasi dan disosialisasikan secara spesifik kepada generasi muda. Hal ini sangat penting, agar generasi muda kita tidak sekadar cerdas secara intelektual, tetapi juga kuat dalam karakter dan etika dalam hidup bersama dengan warga yang lain.
Kita sungguh menyadari bahwa di dalam arus pergaulan bebas yang semakin sulit dibendung apalagi diintervensi, maka PAK harus hadir sebagai kompas moral dan mercusuar yang membimbing generasi muda kita agar tidak tersesat dalam gaya hidup yang hedonis dan destruktif. Karena itu, tidak ada jalan lain selain nilai-nilai dalam PAK harus diintenalisasi dan diimplementasikan sejak dini.
Di titik ini, peran dosen, guru, pendeta, dan orang tua amat dibutuhkan untuk secara aktif mendidik dan menjadi suri teladan. Generasi muda kita perlu diarahkan bukan sekadar dapat mengetahui apa yang benar tetapi juga harus mampu hidup di dalam kebenaran itu. PAK harus menjadi bagian nyata dalam membangun generasi yang sehat, baik secara moral maupun secara rohani.
Karena pendidikan pada dasarnya merupakan proses konsientisasi, upaya sengaja agar membebaskan manusia dari berbagai kungkungan, keterbelakangan, dan pressure yang kemudian menjadikan manusia itu seutuhnya, kembali pada fitrahnya, yakni segambar dan serupa dengan Allah atau Imago Dei. PAK juga merupakan sarana konsientisasi agar manusia mengenal dan meneladani Tuhan Yesus Kristus sebagai Juruselamatnya.
Tatkala manusia sadar bahwa dirinya sebagai makhluk berpikir maka manusia mengembangkan segala hal yang disadarinya. Dalam kesadaran manusia akan pengembangan diri, manusia mendapati dirinya sebagai yang unik dan membedakan dirinya dengan sekelompok primata. Pengembangan diri ini berlangsung tersu menerus, sejauh yang disadarinya, manusia akan terus mengembangkan dirinya. Karena manusia adalah makhluk yang dinamis. Dinamika itu berhubungan dengan segala relasi yang eksistensialis. Manusia maju dengan membangun dirinya dan tidak perlu merusak citra diri sebagai Imago Dei dengan menambah angka kasus HIV/AIDS khususnya di kalangan generasi muda.
PAK amat penting untuk mencegah HIV/AIDS karena mengajarkan nilai-nilai kesetiaan seksual, kasih, dan welas asih yang dapat membentuk perilaku sehat dan mengurangi risiko penularan. Pendidikan ini juga berfungsi untuk meningkatkan kesadaran tentang HIV/AIDS, mengurangi stigma, serta memberikan dukungan moral dan spiritual bagi ODHA, dengan melibatkan gereja sebagai mitra dalam upaya pencegahan dan penanggulangannya.
Akhirnya Sastrawan Rusia Lev Nikolayevich Tolstoy pernah berujar,”banyak orang punya ide tentang bagaimana mengubah orang lain, tetapi hanya sejumlah kecil orang yang punya ide bagaimana mengubah diri sendiri.” Karena itu, ada baiknya perubahan itu datang dari diri sendiri. Kalau bukan kita siapa lagi dan kalau bukan sekarang, kapan lagi. Mari kita cegah bersama penularan HIV/AIDS di kalangan generasi muda kita. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: