Pancasila, Presiden Jokowi dan Mendiang Bung Karno

Oleh : Verry Guru

(Mahasiswa Pascasarjana IAKN Kupang)

Sejak era pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi), peringatan Hari Lahirnya Pancasila setiap tanggal 1 Juni (telah) dijadikan sebagai hari libur nasional alias kalender tanggal merah. Meski libur perayaan untuk mengenang dan membangkitkan kembali memori setiap anak bangsa yang ada di republik ini termasuk di Provinsi NTT tetap dilaksanakan. Bahkan tahun ini perayaan Hari Lahirnya Pancasila secara nasional dirayakan di Kota Ende – Flores Nusa Tenggara Timur dan dihadiri langsung Presiden Jokowi bersama Ibu Negara dan sejumlah pejabat teras lainnya.

Karena itu, berbicara tentang Pancasila mengandaikan seseorang memasuki sebuah rumah, maka tentu ia harus mendekati pintu dan kegiatan pertama yang secara spontan dilakukan adalah memegang gagang pintu untuk membuka pintu. Jika pintu tersebut dalam keadaan tertutup maka kunci harus segera diambil agar pintu dapat dibuka. Bangsa dan Negara Indonesia bagai sebuah rumah dan Pancasila merupakan gagang pintu di saat seseorang sedang bertandang untuk mengecapi sejuk dan indahnya rumah tersebut.

 

Peran, Makna dan Nilai Pancasila

Ada peranan maha penting dan makna serta nilai-nilai Pancasila bagi setiap warga Bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia sebagai teks dan Pancasila merupakan konteks. Itu berarti Pancasila merupakan conditio sine qua non bagi Bangsa Indonesia. Karena itu, tidak ada Indonesia, jika tidak ada Pancasila.

Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, eksistensi dan kehadiran Pancasila masih sangat relevan dan dibutuhkan. Karena pertama, Pancasila merupakan sistem filsafat terbaik yang dimiliki Bangsa Indonesia sebagai dasar dan acuan bagi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dengan semangat Bhinneka Tunggal Ika. Sehingga segenap komponen Bangsa Indonesia  wajib menjunjung tinggi, menjaga dan mengaktualisasikan nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamPancasila.

Kedua, Pancasila merupakan sistem nilai fundamental yang harus dijadikan dasar dan acuan bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dalam melaksanakan tugas pokoknya melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan atas kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial, dalam rangka mewujudkan visi bangsa yakni Indonesia yang sungguh-sungguh merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.

Ketiga, Pancasila adalah dasar negara.Oleh karena itu, Pancasila harus dijadikan sumber nilai utama dan sekaligus tolok ukur moral bagi penyelenggara Negara dalam pembentukan peraturan perundangan-undangan.

Keempat, pemerintah harus bertanggungjawab untuk memelihara, mengembangkan, dan mengaktualisasikan nilai-nilai Pancasila dalam seluruh aspek kehidupan berbangsa dan bernegara; baik dalam bidang ekonomi, sosial, politik, hukum, kebudayaan maupun aspek-aspek kehidupan lainnya.

Dan kelima, Negara harus bertanggungjawab untuk senantiasa membudayakan Pancasila melalui pendidikan Pancasila di semua lingkungan dan tingkatan secara sadar, terencana dan terlembaga.Sehingga nilai-nilai luhur Pancasila dapat terinternalisasi dan teraplikasi dalam kehidupan sehari-hari. Pancasila tidak dijadikan tameng untuk menjustifikasi sebuah keputusan dan kebijakan politik di negeri dan daerah Nusa Tenggara Timur tercinta.

Karena itu, tidaklah berlebihan jikalau kita sebagai bangsa dan negara Indonesia tak mungkin eksis atau bertahan sebagai nation tanpa kehadiran dan keberadaan Pancasila. Pancasila ibarat sumber yang memberi kehidupan bagi dan kepada setiap anak bangsa. Pancasila adalah akar kehidupan yang bernama Indonesia merdeka untuk hidup dan berkembang, Pancasila ibarat “mutiara yang terpendam” yang selalu dirindu, sehingga selalu ada usaha dan upaya untuk menggalinya kembali.

Pancasila tertimbun sejarah pragmatisme dan terkubur dalam imajinasi sosial serta senantiasa dipahami secara keliru dari dalam tatanan “setengah alam kesadaran” manusia Indonesia termasuk para generasi muda jaman now. Jika generasi muda kita mengenal, mengerti dan memahami serta menjalankan nilai-nilai luhur yang ada di Pancasila maka bangsa dan negara Indonesia tidak lagi terjebak dalam lingkaran pemikiran yang sempit dan tak berperikemanusiaan.

Di suatu kesempatan, Gubernur Viktor Bungtilu Laiskodat menyerukan, agar Nusa Tenggara Timur harus menjadi benteng Pancasila. NTT harus terus tampil menjadi garda terdepan dan menjadi benteng bagi Pancasila dalam situasi ancaman dari berbagai kelompok yang ingin merongrong Pancasila sebagai ideologi Bangsa Indonesia.

 

Sepenggal Kisah Bung Karno di Ende

Sejarah telah mencatat dengan “tinta emas” bahwa 28 Desember 1933 Pemerintah Kolonial Hindia Belanda mengeluarkan surat keputusan yang membuat Soekarno, yang saat itu berusia 33 tahun harus menjalani hukuman pengasingan sebagai tahanan politik di Ende, Flores, Nusa Tenggara Timur.

Dikawal serdadu Belanda, Bung Karno bersama keluarganya bertolak dari Surabaya dengan menumpang kapal barang KM van Riebeeck menuju Flores. Setelah berlayar selama 8 hari, mereka tiba di Ende, kota kecil di pesisir selatan Pulau Flores pada tanggal 14 Januari 1934 dan langsung dibawa ke rumah tahanan di kampung Ambugaga, kelurahan Kota Ratu, Ende. Di rumah pengasingan inilah, Sang Proklamator beserta istrinya Inggit Ganarsih, mertuanya Ibu Amsih dan kedua anak angkatnya Ratna Juami dan Kartika menghabiskan waktu mereka selama 4 tahun (1934-1938).

Setelah menjalani masa pembuangan di Pulau Flores selama empat tahun, sembilan bulan dan empat hari, pada tanggal 18 Oktober 1938 Bung Karno meninggalkan Ende dengan naik kapal yang membawanya ke Bengkulu. Bung Karno telah pergi sambil membawa kenangan yang tak terlupakan tentang Pulau Flores, khususnya Ende. 

Selama dibuang di Ende, Soekarno bergaul dengan para pastor dan misionaris setempat. Mereka kerap berdiskusi tentang agama mondial. Karena itu, Ende telah menjadi tempat bersejarah nan mempesona, tempat di mana Bung Karno melewati sebuah pergumulan besar, sebuah kota pemulihan diri, pembentukan karakter dan kepribadian, sifat, dan jiwa perjuangan dari seorang pemimpin bangsa. Bahkan sebuah tempat yang menjadi cikal bakal lahirnya Pancasila sebagai dasar negara Indonesia, tulis Pemimpin Umum Majalah Prisma, almarhum Daniel Dhakidae, Ph.D.

Di tikungan ini sebagai anak bangsa yang ada di Nusa Tenggara Timur, mustinya berbangga. Karena nilai-nilai luhur yang terkandung di dalam Pancasila sesungguhnya terlahir dari rahim Bumi NTT khususnya di Kota Ende Sare (tercinta). Kebanggaan yang tidak saja membuat kita semua seakan terlena dalam rutinitas dan pergumulan aneka persoalan bangsa namun harus ada formula yang tepat untuk menjadikan Pancasila sebagai nafas perjuangan. Artinya, ketika kita merayakan hari lahirnya Pancasila di Kota Ende; event tersebut harus menjadi energi bersama seluruh komponen anak bangsa untuk memaknai dan mengimplementasikan nilai-nilai luhur Pancasila dalam peri kehidupan keseharian.

Spirit kehadiran Presiden Jokowi bersama Ibu Negara di Kota Ende dan seluruh pejabat yang terkait-paut di dalamnya, senantiasa menginspirasi masyarakat dan pemimpin di ini daerah dalam mewujudkan NTT Bangkit NTT Sejahtera. Serentak dengan itu, kita mendoakan para pemimpin yang telah mendahului kita; yang semasa hidupnya senantiasa menggaungkan nilai-nilai luhur Pancasila. Sebut saja misalnya mendiang Bung Karno, mantan Ketua MPR RI, almarhum Taufiq Kiemas, mantan Gubernur NTT periode 2008-2018 almarhum Frans Lebu Raya dan mantan Bupati Ende dua periode almarhum Marcel Petu. Saya sangat yakin dan percaya, mereka pasti tersenyum bangga kepada kita yang sedang merayakan dan memestakan hari lahirnya Pancasila di Kota Ende. Dirgahayu Pancasila…! (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: