Jakarta, swaratimor.co.id – Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menyatakan saat ini Pemerintah sedang berhitung untuk menaikkan harga BBM subsidi. Selama ini subsidi yang dikeluarkan lewat APBN untuk menahan harga BBM sudah terlalu membebani kocek negara.
Luhut seperti dikutip dari detik.com mengatakan, minggu depan Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan bicara ke publik soal keputusan kenaikan harga BBM. Menurutnya, selama ini pun Jokowi sudah mengeluarkan berbagai indikasi bila subsidi tak lagi bisa ditahan.
“Menaikkan harga Pertalite yang kita subsidi cukup banyak dan juga itu solar, modeling ekonominya (hitung-hitungan) sudah dibuat. Nanti mungkin minggu depan Pak Presiden akan umumkan mengenai apa dan bagaimana mengenai kenaikan harga ini,” papar Luhut dalam Kuliah Umum di Universitas Hasanuddin yang disiarkan virtual, Jumat (19/8/2022).
“Presiden sudah indikasikan sudah tak mungkin kita pertahankan terus demikian,” tegasnya.
Menurutnya, saat ini harga BBM yang ada di Indonesia sangat murah bila dibandingkan dengan berbagai negara di dunia. “Kita ini harga BBM paling murah sekawasan ini, kita jauh lebih murah dari yang lain. Itu (subsidi BBM) terlalu besar kepada APBN kita,” sebut Luhut.
Luhut bilang pemerintah mau menurunkan beban subsidi jauh di bawah Rp 502 triliun seperti sekarang. Berbagai langkah juga disiapkan untuk membuat hal tersebut bisa terjadi.
Misalnya saja pengalihan kendaraan dari berbasis BBM jadi berbasis listrik, hingga penggunaan bensin campuran kelapa sawit B40.
“Karena kemarin subsidi kita Rp 502 triliun, kita harap bisa ditekan ke bawah. Misalnya dengan pengurangan motor dan mobil combustion diganti listrik, kemudian B40,” sebut Luhut.
Dia menilai kenaikan harga BBM jelas akan berpengaruh besar terhadap tingkat inflasi di Indonesia. Namun, dampak dari inflasi tersebut sedang dihitung-hitung dengan rinci oleh pemerintah agar masyarakat tak juga ikut terbebani dengan kenaikan harga BBM.
“Kemarin saya minta tim untuk modeling inflasi kita. Inflasi itu tergantung kenaikan berapa nanti solar dan berapa Pertalite,” sebut Luhut.

Yang jelas Luhut bilang subsidi sudah tak bisa lagi dipertahankan. Dia menyatakan masyarakat mesti siap-siap bila ada kenaikan harga BBM.
“Karena bagaimanapun tidak bisa dipertahankan terus demikian untuk mengurangi pressure kita karena harga crude oil naik, meskipun sekarang turun. Kita harus siap-siap,” tegas Luhut.
Direktur Eksekutif Reforminer Institute Komaidi Notonegoro mengatakan, sulit memprediksi angka kenaikan BBM. Pasalnya pemerintah punya banyak variabel dalam menentukan hal ini.
“Di Indonesia kan variabel penentunya politis, dan perhitungannya banyak. Kalau ini (kenaikan BBM) kan bukan hanya ekonomi, tapi ada daya beli dan sosial,” katanya.
Namun, ia memastikan BBM tetap dijual di bawah harga keekonomiannya. Misalnya jika Pertalite dijual di harga keekonomiannya yang Rp 15.150/liter, hal tersebut akan memberatkan kondisi masyarakat.
Terkait isu kenaikan Pertalite menjadi Rp 10.000/liter, Komaidi menyebut hal ini tergantung dengan ruang fiskalnya. Jika dampak inflasi masih bisa dikendalikan maka bukan tidak mungkin kenaikan Pertalite Rp 10.000/liter benar terjadi.
“Tergantung masalah daya belinya, tertekannya cukup dalam atau tidak. Kalau pemerintah menilai daya belinya terkendali, inflasi impact masih dikendalikan, bisa kemudian diambil yang Rp 10.000/liter,” katanya menambahkan. Namun jika dampaknya dirasa cukup besar dan menyeluruh, kemungkinan nominal kenaikan BBM tidak akan Rp 10.000/liter.
Asal tahu saja, saat ini kondisi kuota Pertalite dan Solar Subsidi sekarat. Sampai pada Juli 2022 konsumsi Pertalite sebagai Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP) sudah mencapai 16,8 juta kilo liter (KL). Dengan begitu, kuota hingga akhir tahun hanya tersisa 6,2 juta KL dari kuota yang ditetapkan sebesar 23 juta KL sampai akhir tahun.
Sementara konsumsi Solar Subsidi sebagai Jenis BBM Tertentu (JBT) sudah mencapai 9,9 juta KL dari kuota 14,91 juta di tahun 2022 ini atau tersisa 5,01 juta KL.
Artinya, jika kuota ditambah, pemerintah akan menambah dana subsidi untuk kedua BBM itu. Tahun 2022 ini saja, pemerintah akan mengeluarkan dana subsidi senilai Rp 502,4 triliun.
Menko Perekonomian, Airlangga Hartarto menyatakan, jika tidak disubsidi, sejatinya harga Pertalite yang saat ini hanya Rp 7.650 per liter, harga sesungguhnya adalah Rp 13.150 per liter. Sementara Pertamax atau RON 92 yang saat ini dijual Rp12.500 per liter harga sesungguhnya Rp15.150 per liter. (*/ras)