Kupang, swaratimor.co.id – Peran media massa sangat penting untuk menjadikan Pemilu damai, berkualitas, bebas konflik.

Hal ini disampaikan wartawan senior, Ana Djukana, Kamis (11/5/2023) saat tampil sebagai narasumber pada kegiatan Media Gathering yang digagas Bawaslu Kabupaten Kupang di Hotel Sahid T-More Kota Kupang.

Dalam materinya berthemakan, Sinergitas  Bawaslu dan Media  Dalam Mencegah Disinformasi Berupa Hoax Dan Ujaran Kebencian  Dalam Tahapan dan Pemilu 2024 tersebut, mantan Pemimpin Redaksi Koran Kursor ini menjelaskan, kritisme pers juga sangat dibutuhkan untuk melakukan pengawasan tahapan pemilu  hingga pelaksanaan Pemilu 2024 yang berkualitas.

“Pemilu berkualitas itu, jujur, independen, damai, tidak ada konflik,” tandas Ana.

Peserta Media Gathering pose bersama. (Doc)

Dalam kegiatan yang dimoderatori Maria Yulita Sarina selaku Koordinator Devisi Pencegahan Partisipasi Masyarakat dan Hubungan Masyarakat pada Bawaslu Kabupaten Kupang itu, Ana mengatakan, Pers harus terus memperkuat perannya untuk mengawasi dan mengingatkan kewajiban negara (penguasa) dalam hal menghormati, melindungi dan memenuhi hak dan kebebasan paling dasar dari setiap warga negara, termasuk hak hak poliitik masyarakat hak untuk dipilih dan memilih.

Mantan wartawan NTT Ekspress ini lebih jauh menjelaskan, hasil penelitian Wegik Prasetyo dari Research Centre for politics and Goverment (PolGov), menyebutkan hoaks isu agama di Indonesia sebenarya telah dipakai sejak Pemilu 2014, kemudian pada Pemilu Gubernur DKI Jakarta 2017 dan Pemilihan Presiden 2019.

“Mengapa hoaks issue agama? Masih menurut hasil penelitian tersebut, hoaks yang mengandung issue agama digunakan karena sangat efektif memobilisasi suara dalam pemilu. Sementara para pemilih cenderung mengutamakan issue dan figur tokoh yang mempresentasikan agama tertentu daripada memilih untuk mendukung kandidat yang menawarkan program politik yang relevan dengan kepentingan publik,” ungkapnya.

Ana menambahkan. Penggunaan issue identitas jelas akan berdampak serius pada terbetuknya perpecahan atau polarisasi di masyarakat.  Laporan BBC pada 2019, berdasarkan hasil survei Polmark, sebanyak 5,7 persen responden merasa bahwa Pilkada DKI Jakarta 2018 telah merusak hubungan pertemanan. Angka ini naik dari survei serupa pada Pilpres 2014. Saat itu, sebanyak 4,3% pemilih menganggap pilpres memicu keretakan hubungan pertemanan di masyarakat.

“Oleh karena itu, saya mengajak kita semua tidak langsung mempercayai saat menerima informasi politik yang membawa issue agama. Bisa jadi, informasi itu adalah palsu yang dapat mengancam kerukunan umat beragama di Indonesia,” pesannya.(epo)

Loading

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: