Kupang, swaratimor.co.id – Informasi yang beredar di masyarakat yang menyebutkan telah terjadi pelarangan ibadah oleh petugas Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Klas II A Kupang tidaklah benar. Informasi tersebut dinilai menyesatkan karena Lapas Kupang berbasis HAM dan Kepala Lapas (Kalapas) Klas II A Kupang telah menandatangani MoU dengan pihak Sinode GMIT dan Keuskupan Agung Kupang terkait pelayanan keagamaan di Lapas tersebut.
“Terkait dengan informasi soal pelarangan ibadah di Lapas Kupang yang berkembang diluar, sebagai Kalapas saya nyatakan itu tidak benar. Karena Lapas Klas II Kupang itu berbasis HAM (Hak Asasi Manusia). Masalah keyakinan itu hak dasar dari setiap warga binaan, setiap manusia jadi negara harus mampu melindungi apa yang menjadi hak dasar terkait dengan keyakinan,” jelas Kepala Lapas Klas II A Kupang, Badarudin di ruang kerjanya saat memberikan klarifikasi kepada wartawan terkait informasi seputar pelarangan ibadah.
Badarudin mengatakan, di dalam Lapas Klas II A Kupang yang dipimpinnya saat ini terdapat dua gereja, yakni satu gereja Protestan dibawah Gereja Masehi Injili Timor (GMIT) dan satunya gereja Katolik dibawah Keuskupan Agung Kupang.
“Kita sudah kerjasama bahkan menandatangani MoU dengan Sinode GMIT dan Keuskupan maka dari itu sangat, sangat tidak benar jika ada informasi diluar sana yang menyatakan terjadi pelarangan agama di Lapas ini. Terkait dengan proses pembinaan, peran gereja sangat luar biasa. Karena itu, kalau boleh dikatakan ini sebuah penyesatan informasi,” katanya.
Badarudin menegaskan, tidak ada pelarangan ibadah di Lapas Klas II A Kupang, baik untuk penganut agama Protestan maupun Katolik, Muslim dan juga Hindu maupun Budha.
“Disini itu ada penganut Katolik 130-an orang, Protestan 351 orang, Muslim itu ada sekitar 40-an orang, Hindu satu orang dan Budha satu orang dan mereka bebas ibadah sesuai dengan agama dan keyakinannya,” terang Badarudin lagi.
Badarudin menambahkan, jika ada permasalahan maka yang terjadi adalah miskomunikasi dan kesalahpahaman antara petugas dengan warga binaan tapi sudah kami selesaikan dengan baik.
“Miskomunikasi sebenarnya karena ketidaktahuan petugas dan bukan ada unsur kesengajaan. Lebih kepada kehati-hatian terkait dengan keamanan dan ketertiban sehingga kesalahpahaman ini sudah diselesaikan. Saya sebagai Kalapas bertanggungjawab penuh dan sudah kami lakukan mediasi dan sudah clear tidak ada masalah,” terang Badarudin lagi.
Sementara itu tiga petugas gereja Elim di Lapas Klas II A Kupang yang dihadirkan Badarudin di ruang kerjanya, mengakui jika persoalan yang terjadi sudah dimediasi dan sudah diselesaikan dengan baik.
Petugas gereja Elim yang juga warga binaan Lapas Klas II A Kupang ini lebih jauh menjelaskan, toleransi hidup beragama dalam Lapas yang dihuninya sangat baik. Bahkan lomba Bahana Natal yang pernah diselenggrakan dalam Lapas tersebut dimenangi oleh warga binaan beragama muslim. Karena itu, dirinya berani memastikan jika tidak ada pelarangan ibadah dalam Lapas Klas II A Kupang seperti informasi yang beredar diluar Lapas. (epo)