Kupang, swaratimor.co.id – Berdasarkan data BPS Provinsi NTT, pada Februari 2023 gabungan 3 kota indeks harga konsumen (IHK) di Provinsi NTT tercatat mengalami deflasi sebesar 0,66% (mtm), jauh lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya yang mengalami inflasi sebesar 1,01% (mtm) maupun rata-rata bulan Februari dalam 3 tahun terakhir yang mengalami inflasi sebesar 0,44% (mtm).
“Tingkat deflasi IHK tersebut lebih rendah dibandingkan dengan Nasional dan Bali Nusra yang masing-masing mengalami inflasi sebesar 0,16% (mtm), dan 0,02 % (mtm). Secara tahunan, inflasi gabungan di Provinsi NTT sebesar 5,41% (yoy), lebih rendah dibandingkan inflasi Nasional dan Bali Nusra yang masing-masing tercatat sebesar 5,47% (yoy) dan 6,16% (yoy),” kata Kepala Kantor Bank Indonesia perwakilan NTT, Donny H. Heatubun berdasarkan siaran resmi BI Perwakilan NTT, Jumat (3/3/2023).
Secara keseluruhan, jelas Donny, jenis barang dan jasa yang menyumbang deflasi adalah komoditas pada kelompok makanan, minuman, dan tembakau, yaitu daging babi dengan andil sebesar 0,17% (mtm), tomat 0,14% (mtm), daging ayam ras 0,10% (mtm), sawi hijau 0,08% (mtm), dan ikan tongkol 0,07% (mtm).
Hal tersebut, kata dia, turut dipengaruhi oleh normalisasi permintaan pasca Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) Natal dan Tahun Baru. Kemudian, deflasi juga disumbang ole penurunan tarif angkutan udara dengan andil 0,25% (mtm), seiring dengan harga avtur sebaga bahan bakar pesawat yang melandai secara global. Namun demikian, deflasi yang lebih dalan tertahan oleh kenaikan pada komoditas beras, rokok kretek filter, cabai rawit, sawi putih, dan ikan tembang yang masing-masing memberikan andil inflasi sebesar 0,09% (mtm), 0,08 % (mtm), 0,05 % (mtm), 0,04% (mtm), dan 0,04% (mtm).
Lebih jauh dijelaskan, pasokan yang masih terbatas dari daerah supplier di luar NTT karena belum memasuki musim panen mendorong kenaikan harga beras. Sementara itu kenaikan harga rokok kretek filter dipengaruhi oleh penyesuaian Cukai Hasil Tembakau (CHT) pada tahun 2023. Adapun cabai rawit dan sawi putih mengalami kenaikan seiring dengan terbatasnya produksi akibat curah hujan yang tinggi.
Selanjutnya, dari tiga kota pengukuran inflasi di Provinsi NTT, 2 di antaranya mengalam deflasi, yakni Kota Kupang dan Maumere masing-masing sebesar 0,77% (mtm) dan 0,51% (mtm) Sementara itu, Waingapu mengalami inflasi sebesar 0,27% (mtm). Adapun secara tahunan, Maumere mencatat inflasi tertinggi yakni sebesar 5,86% (yoy), diikuti oleh Kota Kupang sebesar
5,57% (yoy) dan Waingapu sebesar 3,57% (yoy). Waingapu juga menjadi kota yang mencatatkan inflasi tahunan terendah secara nasional pada Februari 2023.
Kemudian, tingkat kesejahteraan masyarakat yang bekerja pada sektor pertanian tercermin dari Nilai Tukar Petani (NTP) mengalami peningkatan.
NTP Provinsi NTT pada Februar 2023, ungkap Donny, tercatat sebesar 95,70, lebih tinggi dari bulan sebelumnya yang sebesar 95,56. Kenaikan NTP ini didorong oleh meningkatnya NTP subsektor tanaman pangan, perkebunan, dan budidaya ikan. Kenaikan NTP pada bulan Februari 2023 didorong oleh kenaikan harga pada komoditas beras serta ikan kakap merah.
Meskipun demikian, NTP yang tercatat di bawah indeks 100 mengindikasikan bahwa biaya hidup dan biaya produksi yang dibayar oleh petani lebih tinggi dibandingkan dengan harga yang diterima dari penjualan produk.
“Akselerasi program pengendalian inflasi perlu terus didorong melalui penguatan sinergi Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) di berbagai wilayah. Bank Indonesia bersama Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) di wilayah Provinsi NTT menunjukkan komitmer tersebut melalui sinergi program pengendalian inflasi,” kata Donny.
Upaya yang telah dilakukan sepanjang bulan Februari, sambung Donny, antara lain rapat teknis TPID dan koordinasi tim satgas pengendalian inflasi Kota Kupang, pelaksanaan dialog stabilitas harga pangan Kota Kupang, pelaksanaan HLM TPID Kota Kupang, sidak pasar Kota Kupang, gerakan pasar murah tanggap inflasi Kota Kupang di 3 pasar utama Kupang, masjid, gereja, dan car free day yang dilakukan secara simultan dengan SPHP di kelurahan, audiensi dengan distributor, serta capacity building TPID dalam rangka evaluasi dan penyusunan program unggulan.
Pada sisi supply, beber Donny, beberapa upaya sebagai langkah strategis pengendalian inflasi yang akar dilakukan oleh TPID Provinsi NTT dan Kota Kupang adalah: (1) Pembentukan dan penguatan klaster pangan khususnya peternakan ayam. (2) Melanjutkan program urban farming/gerakan menanam pekarangan rumah dengan tanaman pengendalian inflasi. (3) Melakukan mapping (pemetaan produksi dan distribusi komoditas di daerah, khususnya komoditas hortikultura serta membuat, merapikan, dan melakukan pengkinian database distributor (pemasok) komoditas hortikultura di setiap daerah. (4) Berupaya memberikan subsidi biaya angkut komoditas hortikultura guna menurunkan biaya logistik (pengiriman komoditas). (5) Perluasan tupoksi PD Pasar Kota Kupang menjadi Perumda sekaligus sebagai offtaker di Kota Kupang. (6) Menguatkan dan melaksanakam Kerjasama Antar Daerah (KAD), salah satunya dapat dilakukan dengan memanfaatkan BUMD.
Selanjutnya, pada sisi demand upaya yang akan dilakukan oleh TPID Provinsi NTT dan Kota Kupang adalah, (1) Mengintensifkan kegiatan operasi pasar (memastikan ketersediaan pasokan di pasar, kegiatan pasar murah, sidak pasar, pemantauan harga baik di pasar maupun ke gudang distributor). (2) Menggalakkan komunikasi penggunaan produk olahan. Seperti, penggunaan minyak kelapa sebagai substitusi minyak sawit, penggunaan bubuk cabai, penggunaan gula lempeng, gula semut, gula aer (Rote), gula hela dll guna meningkatkan konsumsi terhadap produk lokal dan mengurangi impor dari luar daerah. (3) Penyediaan papan informasi harga komoditas di tiga pasar utama Kota Kupang, yaitu Pasar Inpres Naikoten, Pasar Oeba, dan Pasar Oebobo.
Menurunnya tekanan inflasi IHK di gabungan 3 kota inflasi Provinsi NTT tidak terlepas dari pengaruh extra effort koordinasi kebijakan pengendalian inflasi dengan pemerintah daerah, Bulog, maupun mitra strategis lainnya melalui Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID), serta keberlanjutan Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) di seluruh NTT. Ke depan, Bank Indonesia memprakirakan inflasi inflasi IHK dapat kembali ke dalam sasaran 3,0±1% pada semester II 2023. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT juga akan terus memperkuat koordinasi dengan pemerintah daerah guna memastikan terkendalinya inflasi tersebut.(*/epo)