Kupang, swaratimor.co.id – Kantor Kementerian Hukum dan HAM NTT, mencatat dalam 3 tahun terakhir yakni 2021-2023, terdapat 1.584 permohonan pendaftaran kekayaan intelektual, baik itu berupa Merek, Paten, Desain Industri, Hak Cipta maupun Indikasi Geografis.

“Untuk sementara yang paling banyak didaftarkan masyarakat  adalah Merek,” ungkap Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum Dan HAM NTT, Marciana Jone pada kegiatan DJKI (Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual, red) Mendengar, Senin (6/3/2023) di Aula Utama El Tari Kantor Gubernur NTT.

Marciana Jone memberikan apresiasi kepada Pemerintah Daerah Provinsi yang terus berkomitmen untuk menjaga kekayaan intelektual serta  mendorong pendaftaran  kekayaan intelektual itu. Karena Pendaftaran  sangat penting  untuk mencegah pemalsuan dan plagiasi.

“Dua daerah yang telah mendaftarkan  Indikasi Geografis untuk  Tenun  Ikat adalah Sikka  dengan 33 jenis dan Alor dengan  dua jenis. 13 Kabupaten lainnya sementara dalam proses,” jelas Marciana.

Marciana mengakui, untuk daftar  dan dapat sertifikat indikasi geografis tidaklah mudah. Padahal pendaftaran ini sangat penting untuk mencegah pemalsuan terhadap tenun ikat NTT.

“Banyak tenun ikat yang bukan asli beredar, tapi kita tidak bisa berbuat apa-apa untuk penegakan hukum. Karenanya, kami sangat berharap pemerintah Kabupaten/Kota untuk segera mendaftarkan kekayaan intelektual daerahnya. Ada banyak kemudahan yang difasilitasi pemerintah provinsi, kalangan perbankan serta mitra kerja lainnya untuk membantu pendaftaran kekayaan intelektual ini,” kata Marciana Jone lagi.

Josef A.Nae Soi

Sementara Wakil Gubernur (Wagub) NTT, Josef Nae Soi (JNS) dalam kegiatan ini mendorong Pemerintah Kabupaten/Kota se-NTT untuk segera menyusun Peraturan Daerah (Perda) tentang  Kekayaan Intelektual.

“Saya himbau kepada pemerintah daerah  Kabupaten/Kota supaya segera buat suatu Peraturan Daerah atau Perda tentang Kekayaan Intelektual. Tidak boleh lama-lama lagi. Perda ini prioritas karena kita sudah menempatkan Pariwisata sebagai Prime Mover yang mana dalam Pariwisata ada unsur atraksi yang merupakan kekayaan intelektual. Perda ini tidak selamanya penjabaran dari undang-undang yang lebih tinggi tapi juga bisa menjadi bagian dari otonomi  daerah itu sendiri  sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 18F UUD 1945,” kata Nae Soi saat membuka kegiatan DJKI.

Menurut Doktor Lulusan Universitas Padjajaran Bandung ini, kehadiran  Perda ini sangat penting untuk memotivasi masyarakat dalam mendaftarkan kekayaan intelektualnya, baik itu hak cipta, paten, merek, desain industri dan indikasi  geografis yang personal maupun komunal.

“Mari kita data semua kekayaan intelektual kita baik yang berafiliasi dengan WIPO (World Intellectual Property Organization/Organisasi Kekayaan Intelektual Dunia)  maupun UNESCO  (United Nation Educational, Scientific, Cultural Organization atau Organisasi Pendidikan, Keilmuan, Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa,red). Kita punya merek yang luar biasa dan indikasi geografis yang luar biasa. Kita pasti akan dapat meningkatkan kesejahteraan bila kita memanfaatkn kekayan intelektual ini,” kata Nae Soi lagi.

Pada  kesempatan tersebut, Wakil Gubernur juga menyerahkan 4 Sertifikat Merek yang diserahkan kepada Maria Lousie Sine-Los dan Jimmy Mourits Ronald Sine selaku Pemegang Merek Paduan Suara Mazmur Chorale, Merek Tamoratea milik Pelaku Usaha Justina Josepha Mamo Soi, Merek Graos Coffee milik Pelaku Usaha Alfredo Sebastianus Soipili, dan merek Emor milik Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi NTT. Juga diserahkan dua  (2) Surat Pencatatan Ciptaan yang  diberikan kepada Henderina S. Laiskodat dan Gergorius Babo untuk ciptaan berupa Logo Assessment Center Badan Kepegawaian Daerah Provinsi NTT; serta Henderina S. Laiskodat dan Lusius Aman untuk ciptaan berupa lagu (musik dengan teks) berjudul ASN Berkompeten, NTT Maju.(ras)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: