Peti berisi Buaya muara yang siap dikirim ke Sumatera Selatan.(Foto : BBKSDA NTT)

Kupang, swaratimor.co.id – Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) NTT mengirimkan 8 ekor Buaya muara ke Provinsi Sumatera Selatan karena fasilitas penampungan yang dimiliki UPS BBKSDA NTT saat ini telah melebihi kapasitas.

“Saat ini jumlah Buaya Muara yang dirawat di fasilitas UPS BBKSDA NTT berjumlah 13 ekor, yang tidak dimungkinkan untuk direlease ke alam. Jumlah ini sudah melebihi kapasitas kandang. Sesuai data yang ada di Balai Besar KSDA NTT, kejadian konflik buaya dengan manusia khususnya di area publik masih terjadi sehingga upaya penyelamatan dan pengamanan terhadap buaya berkonflik tersebut ke kandang penampungan juga dimungkinkan untuk terus dilakukan. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya over kapasitas yang pada akhirnya akan menimbulkan kondisi yang tidak mendukung bagi kesehatan dan kenyamanan buaya di kandang penampungan pada UPS BBKSDA NTT,” jelas Kepala BBKSDA NTT, Arief Mahmud kepada wartawan di Kupang, Senin (15/7/2024).

Menurut Arief, Buaya Muara (Crocodylus porosus) merupakan salah satu satwa yang dilindungi di Indonesia. Buaya Muara tersebar hampir di seluruh wilayah Indonesia, termasuk Nusa tenggara Timur. Interaksi antara manusia dengan satwa  Buaya Muara di alam terkadang menimbulkan dampak negatif sehingga perlu dilakukan upaya-upaya penanganan yang komprehensif oleh semua pihak.

Upaya-upaya atau langkah-langkah yang telah dilakukan, BBKSDA NTT, kata Arief, antara lain upaya jangka panjang melalui kegiatan penelitian habitat dan populasi, penyadartahuan masyarakat serta upaya tindaklanjut sesuai rekomendasi hasil penelitian. Kemudian upaya jangka pendek dengan melakukan upaya penanganan berupa membentuk unit penanganan satwa, menyiapkan SOP dan sarana prasarana minimal, merespons laporan konflik yang diterima dari masyarakat maupun pihak terkait lainnya, serta  melakukan penyelamatan buaya dari area publik.

Dikatakan, pilihan penanganan lebih lanjut atas buaya hasil penyelamatan ini antara lain, dilepasliarkan kembali ke habitat alam, dipelihara pada lembaga konservasi umum seperti taman safari/ kebun binatang, taman satwa sebagai obyek wisata  atau pendidikan atau ilmu pengetahuan maupun diserahkan untuk menjadi indukan pada lembaga atau entitas yang memiliki izin penangkaran.

Diakui Arief, selama ini Balai Besar KSDA  NTT telah melakukan beberapa kali pelepasliaran buaya yang ditangkap ke kawasan konservasi yang merupakan habitat buaya. Namun pelepasliaran buaya tersebut dilakukan dengan lebih selektif.

“Sejak adanya kejadian pelepasliaran buaya di atas 4 meter yang kembali ke tempat ditangkap dan menimbulkan insiden lainnya, maka proses pelepasliaran dilakukan dengan lebih selektif yakni hanya buaya berukuran dibawah 2,5 meter yang dilepasliarkan ke kawasan konservasi yang secara historis dan memiliki tipe ekosistem sebagai habitat buaya,” terang Arief lagi.

Dia menambahkan, menindaklanjuti  kondisi tersebut Balai Besar KSDA NTT telah melakukan langkah konsultatif ke Direktorat Konservasi Keanekaragaman Hayati Spesies dan Genetik (KKHSG) Ditjen KSDAE untuk dapat dilakukan pemanfaatan satwa buaya di kandang penampungan pada UPS BBKSDA NTT untuk menjadi indukan di penangkaran atau dilepasliarkan ke habitat buaya di provinsi lain. 

“Berdasarkan hasil konsultasi tersebut selanjutnya Balai Besar KSDA NTT berkomunikasi dengan Balai KSDA Sumatera Selatan dan PT Vista Agung Kencana di Sumatera Selatan yang memiliki izin penangkaran buaya,” ungkap Arief.

“Setelah menempuh prosedur administrasi serta tahapan pemeriksaan kesehatan, Balai Besar KSDA NTT melakukan translokasi 8 (delapan) individu Buaya Muara yang terdiri dari 5 jantan dan 3 betina dengan kisaran ukuran 247 cm sd 443 cm. Selanjutnya buaya-buaya tersebut akan diserahkan/dititipkan ke Fasilitas Penangkaran PT Vista Agung Kencana di Sumatera Selatan.  Proses pengiriman dimulai  pada hari Senin tanggal 15 Juli 2024 menggunakan transportasi darat dan laut. Proses penanganan dan pengiriman/translokasi satwa tersebut  dilaksanakan dengan dukungan parapihak yaitu : Direktorat Konservasi Keanekaragaman Hayati Spesies dan Genetik Direktorat Jenderal KSDAE Kementerian LHK, Balai KSDA Sumatera Selatan, Balai Karantina Pertanian Kelas I Kupang dan PT Vista Agung Kencana di Sumatera Selatan,” tutup Arief.(epo)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: