Penjabat Gubernur NTT, Ayodhia G.L. Kalake (Kiri berkacamata) saat menerima cinderamata.(Ist)

Kupang, swaratimor.co.id – Pemerintah Provinsi NTT mencatat, kurun waktu Januari 2024 hingga 5 Agustus 2024, terdapat 68 Pekerja Migran Indonesia (PMI) asal NTT yang meninggal dunia dan jenasahnya dikirim pulang ke NTT.

Hal ini diungkapkan Penjabat Gubernur NTT, Ayodhia G.L. Kalake saat Rapat Koordinasi Pelindungan Calon Pekerja Migran Indonesia (CPMI)/ Pekerja Migran Indonesia (PMI) asal NTT, di Hotel Aston Kupang pada Senin (5/8/2024).  

Dalam arahannya Ayodhia mengatakan, NTT adalah salah satu Provinsi pengirim pekerja migran terbanyak di Indonesia. Namun, PMI asal NTT sering mengalami berbagai permasalahan di negara penempatan sehingga tidak sedikit PMI asal NTT yang pulang dalam keadaan meninggal dunia.

“Hal-hal ini tentunya harus menjadi atensi kita semua dari berbagai pemangku kepentingan. Data yang kami miliki menunjukkan bahwa dalam periode Januari – 5 Agustus 2024, ada sejumlah kasus pemulangan jenazah dan deportasi pekerja migran Indonesia asal NTT dari Malaysia dan negara-negara tujuan penempatan lainnya. Hingga tanggal 5 Agustus 2024, sebanyak 68 jenazah pekerja migran asal NTT telah dipulangkan, dimana 67 di antaranya adalah pekerja migran ilegal/non prosedural, dan hanya 1 orang yang merupakan pekerja migran legal/prosedural,” kata Ayodhia.

Menurutnya, untuk memberantas Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dari hulu sampai hilir memerlukan ‘kerja bersama’ yang harmonis dan sinergis dari para pihak terkait, mulai dari keluarga, masyarakat, lembaga pendidikan, dunia usaha, lembaga masyarakat, dan lembaga pemerintah di tingkat desa, kabupaten/kota, provinsi, dan pusat. Sinergitas kebijakan, program dan kegiatan di semua lini yang memiliki daya ungkit tinggi tersebut diperlukan untuk menghapuskan faktor penyebab TPPO yang sangat kompleks.

“Berbagai upaya sudah, sedang dan akan terus dilakukan oleh Pemerintah Provinsi NTT dalam pencegahan dan penanganan  korban perdagangan orang, yaitu melalui Perda, Pergub, dan Keputusan Gubernur ataupun penganggaran dalam APBD. Kita juga sudah menetapkan Surat Keputusan Gubernur NTT Nomor : 135/KEP/HK/2024 Tanggal 3 April 2024 tentang Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Korban Perdagangan Orang dan Calon Pekerja Migran Indonesia serta Calon Tenaga Kerja Antar Daerah Non Prosedural di Provinsi NTT,” jelasnya.

Ia menyebutkan, Pemerintah Provinsi NTT juga terus berupaya maksimal untuk melakukan upaya pencegahan dan perlindungan terhadap para PMI asal NTT yang ingin dan sudah bekerja di luar negeri.

“Pertama, melalui Penangan Calon Pekerja Migran Unprosedural di mana pada tahun 2022 sebanyak 51orang, Tahun 2023 sebanyak 55 orang dan Tahun 2024 periode Januari sampai dengan 5 Agustus sebanyak 19 Orang. Kedua, penanganan pemulangan PMI yang terkendala/bermasalah dimana pada Tahun 2022 sebanyak 214 orang, Tahun 2023 sejumlah 81 orang dan Tahun 2024 periode Januari sampai dengan 5 Agustus sebanyak 166 Orang. Ketiga, Tenaga Kerja Antar Kerja Antar Daerah (AKAD) Asal NTT Non Prosedural yang digagalkan di Bandara El Tari dan Pelabuhan Tenau Kupang pada Tahun 2022 sebanyak 72 Orang, Tahun 2023 188 Orang dan Tahun 2024 periode Januari sampai dengan 5 Agustus sebanyak 63 Orang,” jelas Ayodhia lagi.

Ayodhia berharap rapat koordinasi ini dapat menghasilkan rencana aksi yang jelas dan implementatif diantaranya, “Pertama, diperlukan pemutakhiran data dan informasi mengenai CPMI dan PMI asal NTT secara berkala. Data yang akurat akan menjadi dasar bagi kita dalam merumuskan kebijakan dan program perlindungan yang lebih tepat sasaran,”. “Kedua, Peningkatan Kapasitas dan Koordinasi Program pelatihan untuk meningkatkan kapasitas petugas dalam menangani kasus-kasus pekerja migran harus terus dilanjutkan. Selain itu, koordinasi antara Pemerintah Provinsi NTT, BP2MI, dan instansi terkait lainnya juga mesti semakin diperkuat,”. “Ketiga, Sosialisasi mengenai prosedur penempatan tenaga kerja yang aman dan legal harus lebih digencarkan. Masyarakat perlu mendapatkan informasi yang memadai agar tidak terjebak dalam praktek penempatan tenaga kerja yang tidak prosedural dan berisiko. Melalui rapat koordinasi ini, kita mesti memastikan semakin banyak Calon Pekerja Migran Indonesia asal NTT yang akan bekerja ke luar negeri dapat melalui proses secara prosedural dan semakin meminimalisir munculnya kasus PMI Non Prosedural maupun TPPO. Dan keempat, Penanganan Cepat Kasus Pekerja Migran Bermasalah,” tambah Ayodhia.

Menutup sambutannya, Ayodhia mengharapkan, setiap kasus pekerja migran bermasalah dapat ditangani dengan cepat dan tepat.

“Kolaborasi antara pemerintah daerah dan BP2MI sangat penting untuk memastikan pekerja migran kita mendapatkan bantuan dan perlindungan yang mereka butuhkan. Dengan adanya kerja sama yang baik, kita dapat memberikan perlindungan yang lebih baik bagi CPMI dan PMI asal NTT,” ungkapnya.

RAKOR – Suasana rakor perlindungan Calon Pekerja Migran Indonesia/Pekerja Migran Indonesia asal NTT di Hotel Aston Kupang.(ist)

Sementara itu, Kepala BP2MI dalam sambutannya yang disampaikan oleh Deputi Penempatan dan Perlindungan Kawasan Eropa dan Timur Tengah BP2MI, I. Ketut Suardana, menyampaikan apresiasi atas penyelenggaraan kegiatan ini.

Menurutnya, untuk menjadikan perlindungan bagi CPMI/PMI dibutuhkan sinergitas dalam melawan sindikat perdagangan orang.

“Tugas dan kewajiban pemerintah pusat dan daerah adalah menjamin perlindungan bagi CPMI/PMI sehingga diperlukan sinergitas antar seluruh pemangku kepentingan dalam upaya pecegahan penempatan ilegal PMI yang menjurus pada Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO),” jelasnya.

Sekretaris Dewan Pertimbangan Presiden RI, Sudiman Tarigan pada kesempatan tersebut menyampaikan, Indonesia sebagai salah satu penyumbang PMI terbanyak di dunia dan disebut sebagai pahlawan devisa Indonesia. Walaupun disebut sebagai pahlawan devisa, PMI sering mendapat berbagai masalah, baik pada tahapan pra penempatan hingga pemulangan.

“Apapun masalah ini, negara harus hadir memberi perlindungan bagi warga negaranya, untuk itu penanganan harus diurus dari hulu ke hilir khususnya dikantong-kantong basis sumber PMI terbesar, diperlukan pemenahan sistem tata kelola perencanaan, pengiriman dan pasca penempatan PMI, juga pembenahan regulasi dan pembenahan koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah, serta pembenahan sistem yang lebih baik lagi dengan pemberian advokasi dan perlindungan PMI hingga kembali ke tanah air,” tegasnya.

Sementara Kepala Dinas Nakertrans Provinsi NTT, Sylvia R. Peku Djawang, dalam laporannya mengungkapkan, yang melatar belakangi pelaksaanaan kegiatan ini adalah persoalan ketenagakerjaan yang sangat kompleks mendorong tingginya angka migrasi tenaga kerja ke luar negeri yang kemudian banyak menuai masalah yang kompleks, baik pada proses pra penempatan, pasca penempatan hingga pemulangan sehingga kami pandang perlu untuk bersama berdiskusi dan membahas berbagai kebijakan yang akan bermanfaat dan memberi perlidungan bagi PMI asal NTT.

“Sehingga yang menjadi tujuan kegiatan ini adalah memperkuat kerjasama semua pemangku kepentingan dan menyusun strategi konkrit untuk memastikan perlindungan dari hulu hingga hilir bagi PMI serta memastikan pemahaman regulasi yang memperkuat sistem di daerah baik oleh Gugus Tugas Provinsi maupun Kabupaten/Kota,” jelas Sylvia.

Turut hadir pada kegiatan ini, Perwakilan Duta Besar RI untuk Singapura, Perwakilan Duta Besar RI untuk Arab Saudi, Perwakilan Duta Besar RI untuk Malaysia, Perwakilan Konsulat Jenderal RI Hongkong (hadir secara virtual), Direktur Perlindungan Hukum WNI pada Kemenlu RI, Yuda Nugraha, Direktur Perlindungan Kawasan Eropa dan Timur Tengah pada BP2MI, Brigjen Pol. Dayan Victor Imanuel Blegur, S.I.K., M.H., M.Han., Forkopimda Provinsi NTT, Bupati, Penjabat Bupati se- NTT, Para Kepala Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Nakertrans) se-Provinsi NTT dan Para Pimpinan Non Governmental Organization (NGO).(ras)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: