Kupang, swaratimor.co.id – Konflik saling klaim lahan di Besipae Kecamatan Amanuban Selatan, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) antara warga Pubabu dan Pemprov NTT hingga kini belum menemui titik terang. Saat ini sebanyak 29 kepala keluarga (KK) masyarakat adat Pubabu-Besipae, jadi korban penggusuran yang dilakukan Pemerintah Provinsi NTT. Mereka kini terpaksa membangun tenda-tenda darurat sebagai tempat tinggal sementara di lokasi.
Calon Gubernur NTT nomor urut 3, Simon Petrus Kamlasi (SPK) ikut berkomentar terkait polemik tersebut.
Saat menjawab pertanyaan panelis tentang strategi yang akan dilakukan Paket SIAGA Nomor Urut 3 untuk menyelesaikan konflik yang terjadi dalam Diskusi Publik Politik Gagasan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur NTT Periode 2024-2029 yang digelar Program Studi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Nusa Cendana (Undana ) Kupang, Sabtu (26/10/2024),
Calon Gubernur Nusa Tenggara Timur Nomor Urut 3, Simon Petrus Kamlasi (SPK) mengatakan, memang ada pendekatan hukum dalam kasus di Besipae TTS, tetapi pendekatan untuk menyejahteraan mereka lebih penting.
Jika terpilih menjadi Gubernur NTT, SPK berjanji akan mengevaluasi kembali terkait polemik di Besi Pae TTS.
Ia menegaskan, Pemerintah harus punya strategi percepatan untuk menyiapkan kesejahteraan masyarakat di Besi Pae.
“Luas lahan itu tidak seberapa. Jadi , nanti kita evaluasi kembali. Kalau kita menggeser mereka sesuai hasil dialog dalam keputusan bersama, maka kita harus punya strategi percepatan untuk menyiapkan kesejahteraan masyarakatnya. Kita harus pastikan, bahwa kesejahteraan masyarakatnya terjamin,” tandas SPK.
SPK mengaku sebagai putra asli TTS, ia memahami betul apa yang masyarakat butuhkan. Karena itu, dia, dalam menyelesaikan sebuah persoalan lebih di kedepankan tindakan persuasif dan musyawarah untuk mencapai kesepakatan bersama.
“Kebetulan saya anak asli dari Timor Tengah Selatan (TTS), saya pahami betul apa yang masyarakat butuhkan. Mereka itu adalah saudara-saudara kita dan membutuhkan mata pencahariannya dari situ,” terang Jenderal Bintang Satu ini.
“Apakah mereka (masyarakat,red) lebih baik menjadi “pagar hidup” dari project yang ada di sana. Artinya, merekalah yang terlibat langsung untuk menjadi orang- orang yang lebih berperan disitu. Jadi, kita libatkan mereka menjadi “pagar hidup” disitu, sehingga mereka merasa memiliki tanggungjawab untuk menjaga dan memelihara lahan yang ada. Ini sebenarnya urusan mata pencaharian,” tamba SPK lagi.(*/epo)