Kupang, swaratimor.co.id – Wakil Bupati Kupang, Jerry Manafe meminta anggota DPD RI dapil NTT, Hilda Manafe untuk memperjuangkan perubahan aturan pemanfaatan Dana Desa (DD). Sebab aturan yang ada saat ini, pemanfaatan dana desa untuk Bantuan Langsung Tunai (BLT) lebih besar dari kebutuhan prioritas lainnya.
Permintaan Wakil Bupati Kupang, Jerry Manafe ini diutarakan saat dirinya mengadakan tatap muka dan diskusi bersama Hilda Manafe, Selasa (8/3/2022) di rumah makan Taman Laut Handayani Kupang.
Hadir dalam diskusi tersebut, Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) Kabupaten Kupang, Charles Panie, Kepala Dinas PMD Provinsi NTT, Victor Manek, Staf ahli senator Hilda Manafe yakni, Stef Mira dan Ian Ora, Kabag Prokopim, Martha Para Ede, Kepala Desa Pariti, Melki Radja dan Kepala Desa Mata Air, Benyamin Kanuk.
“Jika DD lebih banyak untuk pemberian BLT, apa penerima bantuan tersebut dapat mempergunakannya sesuai kebutuhan. Bisa jadi habis terima uang, habis juga saat itu untuk sesuatu yang tidak perlu, bukan untuk pengentasan kemiskinan,” kata Jerry.
Jerry yang juga mantan Wakil Ketua DPRD Kabupaten Kupang ini lebih jauh menjelaskan, masalah desa memang masalah krusial. Sebagai Wakil Bupati Kupang yang menjalankan fungsi pengawasan, beragam penyebab penggunaan dana desa atau masalah lainnya ia temui di lapangan. Diantaranya keterlambatan laporan pertanggungjawaban dana desa atau penyimpangan lainnya. Selain itu, relasi Kepala Desa, pendamping desa dan Badan Permusyawaratan Desa yang tidak harmonis. Sumber daya kepala desa yang tidak paham mengelola dana desa juga menjadi persoalan tersendiri.
“Bisa saja ada permainan baik itu dari bendahara, Sekretaris Desa, BPD atau pihak ketiga. Contohnya bendahara atur administrasi, Kades tinggal tanda tangan, serta masalah lainnya. Bagaimana hubungan kerja dan relasi bisa solid, jika pendapatan/gaji Kades dan BPD berbeda jauh. Kades gajinya 2 jutaan, sementara Ketua BPD hanya Rp450.000. Pastilah ada polemik atau kecemburuan, ” ungkap Jerry.
Disamping itu, Jerry dalam kesempatan ini mengungkapkan keberatannya soal penempatan pendamping desa yang dinilai tidak tepat. Karena menurutnya, penempatan pendamping desa itu harus sesuai asal usulnya pendamping dari daerah setempat, bukan dari daerah luar.
“Pendamping desa harus orang setempat, supaya lebih obyektif dalam menjalankan tugas dan membangun komunikasi dengan masyarakat desa sekitar. Sebab penempatan pendamping desa diatur oleh Kementerian sehingga perlu ada solusi,” katanya lagi.
Kunjungan kerja anggota Komite IV DPD RI, Hilda Manafe ke daerah pemilihan seperti dilansir Bagian Prokopim Setda Kabupaten Kupang dalam rilisnya, bertujuan untuk mengawasi pelaksanaan atas UU Desa sehingga didapatkan aspirasi dari masyarakat yang akan digunakan sebagai bahan masukan bagi Pemerintah dan pihak terkait untuk melakukan berbagai perbaikan kebijakan demi kepentingan kesejahteraan masyarakat.
Pertemuan dimaksud dalam rangka pengawasan atas pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, yang difokuskan pada penggunaan dana desa pada masa pandemi. Kunjungan kerja anggota DPD RI dari Komite IV tersebut, merupakan kegiatan di daerah pemilihan (reses), dengan lingkup tugas Hilda Manafe berkaitan dengan APBN, Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, Pajak, Lembaga Keuangan, Koperasi dan UMKM.
Hilda Manafe sebelumnya, menerangkan sebagaimana dikutip pada Perpres Nomor 104 Tahun 2021, pada pasal 5 ayat (4), penggunaan dana desa tahun 2022, diatur penggunaannya dari total 100% dirincikan : 40% untuk Bantuan Langsung Tunai (BLT), 20% Ketahanan Pangan dan Hewani, 8% penanganan covid 19 dan 32% sisanya untuk sektor prioritas lainnya di desa.
Ketentuan tersebut, menurut Hilda berpotensi menimbulkan kekakuan pengelolaan dana desa serta kegaduhan di tingkat desa maupun Kabupaten. Keterlibatan tiga Kementerian dalam mengatur pengelolaan dana desa, diantaranya Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Desa, berpotensi membuat penggunaan dana desa tidak optimal di tengah keterbatasan kemampuan aparatur desa yang responsif dan adaptif terhadap perubahan regulasi. Selain itu, terdapat penyelewengan dana desa serta perencanaan kegiatan (RKP Desa) dan anggaran (APB Desa) yang cenderung seragam antar desa, dengan mengcopy paste program kerja desa lain. Sebab itu, Hilda yang juga istri Walikota Kupang, Jefry Riwu Kore ini meminta masukan atas kendala dan permasalahan pelaksanaan UU Desa, terutama dalam implementasi desa. (epo)