Kupang, swaratimor.co.id – Wakil Gubernur NTT, Josef Nae Soi mengakui, sejak awal dibangunnya kemitraan antara KPK RI dengan Pemerintah Daerah se-Provinsi Nusa Tenggara Timur tahun 2016 lalu sampai saat ini, telah banyak kemajuan dalam tata kelola pemerintahan pada area yang diintervensi melalui Program Koordinasi dan Supervisi Pencegahan Korupsi (Korsupgah).
“Aksi pencegahan korupsi yang ditetapkan telah mampu mendorong peningkatan dan penguatan kinerja Pemerintahan Daerah di Provinsi Nusa Tenggara Timur,” kata Nae Soi pada kegiatan Rapat Dengar Pendapat (RDP) Program Pemberantasan Korupsi Terintegrasi di Wilayah Provinsi NTT di Hotel Aston, Rabu (19/10/2022).
Nae Soi mengatakan, kalau manajemen modern yakni plan, do, check dan action dijalankan secara baik maka deviasi atau penyimpangan termasuk korupsi tidak mungkin terjadi.
“Kita mengapresiasi KPK yang telah melaksanakan kegiatan pada hari ini sebagai bagian dari introspeksi termasuk untuk diri saya serta kita semua yang hadir di sini supaya kita bisa lakukan pencegahan terhadap korupsi. Kita harus punya komitmen yang kuat untuk mencegah tindakan korupsi. Kita harus senantias mawas diri. Jangan tunggu KPK dan aparat penegak hukum lakukan penindakan,” jelasnya.
Untuk diketahui 8 area yang diintervensi dalam program MCP adalah Manajemen Aparatur Sipil Negara (ASN), Perencanaan dan Penganggaran APBD, Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ), Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP), Penguatan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP), Optimalisasi Pajak Daerah, Manajemen Aset Daerah, dan Tata Kelola Dana Desa.
Sementa Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Alexander Marwata dalam kesempatan ini meminta Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Daerah se-NTT untuk meningkatkan capaian MCP atau Monitoring Center for Prevention. Karena sistem ini merupakan salah satu bentuk pengendalian internal dan merupakan faktor penting untuk pemberantasan korupsi di daerah.
“Perbaiki sistem tata kelola pemerintahan daerah melalui MCP. Mohon ini betul menjadi perhatian. Di Provinsi NTT masih ada daerah yang capaian MCPnya 6,9 persen tahun 2020 dan meningkat di tahun 2021 menjadi 8,72 persen. Secara rata-rata, sebagian besar daerah kabupaten/kota masih di bawah 50 persen. Padahal target nasionalnya di angka 75 persen. Baru Pemerintah Provinsi NTT yang capaian MCPnya 82,64 persen. Mohon pa (Bapak,red) Wakil Gubernur ikut memonitor keadaan MCP tiap-tiap daerah tingkat dua, supaya daerah-daerah yang masih di angka 8 persen , 14 persen atau di bawah 50 persen meningkat MCP nya,” kata Alex.
Menurut Alex, MCP sebetulnya bisa menjadi referensi untuk penilaian sistem tata kelola pemerintahan daerah. Dibutuhkan koordinasi dan dukungan dari berbagai pihak untuk meningkatkan MPC ini seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) maupun Aparat Penegak Hukum. KPK tidak mungkin bisa bekerja sendiri.
“Semua harus didasari persepsi yang sama.Kita harus satu frekuensi.Kita hadapi dan percepat pemberantasan korupsi. Kalau persepsi kita sama, kita bisa bergerak dan bicara beriringan. Kita akan upayakan untuk bantu pemerintah daerah yang MCPnya rendah, kita akan tingkatkan. Kita berharap juga pada BPK. Dan mohon teman-teman BPKP pun bantu dan mendampingi untuk perbaiki tata kelola sistem pemerintahan daerah,” jelas Alex.
“Untuk monitoring MCP, kami sudah berkordinasi dengan Kemendagri dan BPKP untuk capaiannya. Kami dari KPK akan lebih banyak melihat substansinya. Mungkin ke depannya kita akan lebih fokus ke Pengadaan Barang dan Jasa. Kalau MCP area ini tinggi sementara ada laporan dari masyarakat, kita akan uji saja. Kita akan undang kepala Unit Layanan Pengadaanya (ULP) ke Jakarta untuk dapatkan penjelasan kenapa vendor A yang menang dan bukan yang lain. Mungkin juga inspektorat akan kita panggil terkait pengawasan internal,” lanjut Alex.
Alex mengungkapkan MCP sebetulnya adalah bagian dari bentuk pengendalian internal. Yang mana harus diikuti dengan komitmen yang kuat dari kepala daerah.
“Unsur pengendalian internal yang paling utama adalah komitmen dari kepala daerah. Tanpa itu, ke bawahnya juga akan hancur. Kalau komitmen kepala daerah kuat, ke bawah pasti akan mengikuti. Penindakan adalah upaya akhir, selebihnya ada di tangan kepala daerah sebagai pengendali,” pungkas Alex.
Tampak hadir pada kesempatan tersebut Deputi Kepala BPKP Bidang Penyelenggaraan Keuangan Daerah, Pimpinan DPRD NTT, Unsur Forkopimda NTT, Kepala BPK Perwakilan Provinsi NTT, Kepala BPKP Perwakilan Provinsi NTT, Para Bupati se-Provinsi NTT, para pimpinan DPRD Kota dan Kabupaten se-NTT, Para Sekretaris Daerah se- NTT, Pimpinan Perangkat Daerah Lingkup Pemerintah Provinsi NTT, Para Inspektur Kabupaten/Kota se-NTT dan undangan lainnya. (*/ras)