Kupang, swaratimor.co.id – Video kemunculan Biawak Komodo (Varanus komodoensis) di ruas jalan menuju Golo Mori Kabupaten Manggarai Barat Provinsi NTT yang sempat viral belakangan ini membuat Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) NTT angkat bicara.
Kepada wartawan diruang kerjanya, Senin (7/8/2023) Kepala BBKSDA NTT, Arief Mahmud mengatakan, kemunculan biawak Komodo di ruas jalan menuju Golo Mori merupakan hal biasa dan bukan hal yang aneh.
“Karena ini habitat Komodo kebetulan saja ini yang di video kan yang ada gambar. Sebenarnya sehari-hari masyarakat bisa melihat, bisa ketemu dengan Komodo. Jadi bukan hal yang aneh begitu. Ini bukan hal baru. Kalau bapak berkomunikasi dengan masyarakat disana, masyarakat itu akan bilang sudah sering Komodo itu muncul. Pekerja-pekerja disana beberapa waktu lalu melaporkan ke kami bahwa mereka bertemu dengan Komodo saat membangun jalan,” kata Arief saat menjawab pertanyaan wartawan.
Arief mengatakan, pihaknya telah membentuk Wildlife Rescue Unit atau unit penanganan satwa, dimana salah satu tugasnya adalah melakukan mitigasi dengan cara mengevakuasi Komodo yang muncul di wilayah pemukiman atau wilayah Pariwisata yang dikuatirkan akan menganggu aktifitas masyarakat.

Lebih jauh Arief menjelaskan, hasil monitoring yang dilakukan tahun 2022 Site Occupancy Komodo di CA Wae Wuul adalah 0,58. Artinya, sekitar 58 persen luas wilayah lokasi kajian dihuni biawak Komodo; Site Occupancy Komodo di Pulau Ontoloe, TWAL Tujuh Belas Pulau, Riung adalah 0,68; di Torong Padang 0,44, di Pota 0,26 serta di Pulau Longos sekitar 0,49.
“Pada lokasi yang sudah diketahui merupakan habitat komodo, masyarakat setempat sudah terbiasa berinteraksi baik pada areal kebun, hutan bahkan di Pota Manggarai Barat dan Riung Ngada, Komodo pernah dilaporkan memasuki wilayah pemukiman,” terang Arief lagi.
Terhadap Komodo yang berada di luar kawasan konservasi, Arief mengatakan, upaya pengelolaan yang telah dilakukan antara lain melakukan sosialisasi kepada masyarakat setempat terkait keberadaan serta apa yang harus dilakukan saat menemukan individu komodo. Bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi NTT dan Pemerintah Kabupaten dimana terdapat habitat Komodo untuk melakukan perlindungan melalui penetapan wilayah dengan keanekaragaman hayati tinggi pada dokumen KLHS sesuai Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2023. Lalu berkordinasi dan menghimbau para pihak di Kabupaten Manggarai Barat termasuk Badan Pelaksana Otorita Labuan Bajo Flores (BPOLBF), baik melalui surat dan berbagai pertemuan untuk menyiapkan langkah-langkah antisipasi dan mitigasi dampak pembangunan khususnya pada wilayah yang selama ini diketahui sebagai habitat Komodo.
Selain itu, bekerja sama dengan masyarakat setempat untuk melakukan upaya perlindungan komodo sebagaimana yang dilakukan Sdr. Arsyad di Pota Manggarai Timur sehingga mendapat anugrah Kalpataru. Membentuk Unit Penanganan Satwa (Wildlife Rescue Unit) yang ditugaskan untuk melakukan langkah-langkah teknis penanganan dalam hal terjadinya konflik manusia dengan satwa liar termasuk komodo. Terhadap Komodo yang muncul pada area publik atau wilayah pemukiman atau kebun masyarakat selalu dilakukan proses penyelamatan dan relokasi ke kawasan habitat Komodo yang lebih aman.
Arief menambahkan, kemunculan Komodo di ruas jalan menuju Golo Mori juga membuat pihaknya melakukan koordinasi dengan PT. Pengembangan Pariwisata Indonesia.
“Koordinasi dilakukan untuk membatasi aktifitas yang berpotensi terjadinya konflik satwa dengan manusia antara lain, menghindari wisata tanpa guide, menghindari aktifitas feeding atau menempatkan barang/benda sejenisnya yang lazim menjadi makanan Komodo. Kemudian memasang rambut-rambu perlintasan satwa sehingga kendaraan yang melintas dapat mengurangi kecepatan guna menghindari tertabraknya satwa Komodo. Juga menyusun rencana mitigasi dampak Pembangunan sarana yang berpotensi mengakibatkan fragmentasi habitat,” tambah Arief.(epo)